KATADATA - Beberapa indikator menggambarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lesu. Misalnya, hari ini Badan Pusat Statistisk mengumumkan pada Oktober kemarin terjadi deflasi 0,08 persen, melanjutkan tren dari bulan sebelumnya. Sejumlah ekonom pun menilai pemerintah mesti membuat kebijakan yang tepat sasaran
Untuk menggerakan perekonomian lebih bergairah, pemerintah akan menerbitkan paket kebijakan ekonomi keenam. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, rencananya, dalam program lanjutan kali ini akan fokus pada dua atau tiga hal. Satu di antaranya, kebijakan akan diarahkan ke kawasan ekonomi khusus (KEK).
Sore ini, Presiden Joko Widodo mengadakan sidang kabinet membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), serta Paket Kebijakan Ekonomi VI. Darmin mengatakan, rencananya, paket ekonomi akan diumumkan Rabu atau Kamis mendatang.
Sementara itu, Deputi Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tamba Hutapea menyatakan kemudahan investasi di kawasan industri berpeluang besar masuk paket kebijakan. Saat ini, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Industri sedang dibahas dan akan keluar dalam minggu ini.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Himpunan Kawasan Industri (HKI) Fahmi Shahab menyebutkan rancangan beleid tersebut ditargetkan keluar pada pertengahan November. Beberapa kemudahan yang termaktub antara lain dihilangkannya beberapa izin investasi seperti pembebasan izin lokasi, izin gangguan, serta izin lingkungan. "Banyak perizinan yang overlap juga akan dibahas dalam aturan ini," kata Fahmi kepada Katadata.
Untuk diketahui, sejak September lalu pemerintah secara berturut-turut mengeluarkan paket kebijakan. Keputusan tersebut dilatarbelakangi limbungnya perekonomian nasional yang terseret oleh gejolak ekonomi global. Maju-mundurnya bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam memutuskan suku bunga acuan membuat rupiah terseok hingga ke level 14 ribu per dolar Amerika. Hal itu diperparah oleh keputusan Cina mendevaluasi mata uangnya. Tak ayal, nilai ekspor terus menurun.
Di tengah situsai seperti itu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan pertama pada awal September lalu. Isinya, membahas tiga hal besar, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti. Darmin kemudian menilai kebijakan ini terlalu banyak sehingga sulit dipahami masyarakat.
Dalam paket selanjutnya, fokus pemerintah pada kesejahteraan pekerja, yakni menyangkut formula upah minimum provinsi, memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus bagi pekerja yang terkena PHK, dan pemberian kredit modal kerja untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). (Baca pula: Paket Kebijakan Jokowi Jilid II Dinilai Lebih Fokus).
Semua upaya tersebut diharapkan dapat memulihkan ekonomi dan pertumbuhan tahun depan di atas 5 persen. Agar target tersebut tercapai, Bank Dunia menyarankan pemerintah tak lengah atas sejumlah faktor berikut ini.
Pertama, gejolak ekonomi global yang berpengaruh terhadap harga komoditas. Kedua, investasi pemerintah harus ditingkatkan untuk mendorong daya beli masyarakat. Lalu, risiko gejolak pasar global, terutama ketidakpastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Rate) dan perlambatan ekonomi Cina. Terakhir, tekanan terhadap rupiah yang membuat daya beli masyarakat menurun.