KATADATA - Nilai tukar rupiah menguat dalam dua hari terakhir. Bahkan penguatan rupiah menjadi yang terbesar dibandingkan mata uang negara-negara sekawasan. Sejak 1 Oktober lalu, rupiah tercatat sudah menguat hingga 3 persen. Bahkan dalam perdagangan hari ini, rupiah sempat mencapai level Rp 14.200 per dolar Amerika Serikat (AS).
Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini dinilai hanya berlangsung sementara, terutama disebabkan rilis data tenaga kerja AS dan indeks manufaktur (ISM Manufacturing Index) AS yang tidak sesuai ekspektasi pasar. Akhir pekan lalu, AS merilis data tenaga kerja dari Non Farm Payroll periode September hanya menghasilkan 142.000 pekerjaan.
Kemudian, dari data ISM menunjukkan aktivitas sektor jasa AS tumbuh pada laju yang paling lambat dalam tiga bulan, yakni hanya menjadi 56,9 poin pada September dari bulan sebelumnya sebesar 59 poin. Melihat kondisi ini, pasar memperkirakan bank sentral AS, the Fed belum akan menaikkan suku bunga (Fed Rate) pada tahun ini.
“Penguatannya masih jangka pendek, cuma memanfaatkan momentum dulu. Mungkin juga Bank Indonesia (BI) mengintervensi,” kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra kepada Katadata Selasa (6/10).
Dalam jangka panjang, rupiah masih bisa kembali melemah karena the Fed belum memberikan kepastian kenaikan suku bunganya. Namun faktor rencana pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi III juga memberikan pengaruh, karena paket kebijakan ini dikabarkan bakal mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
“Mungkin pasar juga melihat kebijakan fiskal pemerintah. Tapi penguatan rupiah ini kan sejak Senin pagi. Jadi lebih diasosiasikan oleh (data) AS. (Kebijakan) Presiden Joko Widodo cuma tambahan,” ujar Ariston.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada juga berpendapat, selain karena rilis data ekonomi AS, penguatan rupiah juga ditopang oleh naiknya harga beberapa komoditas. “Kenaikan ini membuat indeks dolar AS menurun. Tentu saja, momentum ini dimanfaatkan sejumlah mata uang global, terutama Asia. Rupiah juga tidak tinggal diam,” ujar dia.
Saktiandi Supaat, Head of Foreign Exchange Research Malayan Banking Berhad, menilai penguatan nilai rupiah bisa jadi hanya terbatas. Pelaku pasar masih mencermati kinerja ekonomi Indonesia, serta masih lambannya reformasi kebijakan di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global.