KATADATA ? Dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan keperkasaannya. Pada perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah turun ke posisi Rp 14.280 per dolar AS, posisi terendah sejak krisis 1998.
Pelemahan ini dibayangi oleh belum jelasnya rencana bank sentral AS, the Fed, menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga tersebut menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar akan gejolak nilai tukar rupiah ke depan. Situasi ini membuat mereka memilih untuk melepas aset yang dinilai berisiko.
Kekhawatiran tersebut bertambah dengan berkurangnya cadangan devisa yang pada akhir Agustus 2015 sebesar US$ 105,3 miliar, atau turun US$ 2,3 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Berkurangnya cadangan devisa itu seiring dengan upaya Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi ke pasar keuangan mencegah pelemahan rupiah lebih dalam.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah akan menjaga kondisi ekonomi supaya dana asing tetap masuk, sehingga rupiah bisa stabil. ?Cadangan devisanya tetap dijaga pada tingkat yang aman yaitu kira-kira setara enam bulan impor. Jadi pemerintah dan BI akan berupaya menjaga kestabilan ekonomi melalui nilai tukar rupiah,? kata dia seusai rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (8/9).
Menurut dia, pelemahan rupiah hari ini disebabkan oleh kekhawatiran pasar bila bank sentral AS, the Fed akan menaikkan suku bunganya (Fed Rate) pada bulan ini. ?Karena hari ini semua berspekulasi karena pengangguran turun, AS akan segera menaikkan tingkat bunga,? ujar Bambang. ?Ini murni spekulasi.?
Analis First Asia Capital David Nathanael Sutyanto mengatakan, terus turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta berkurangnya cadangan devisa menunjukkan adanya risiko dalam perekonomian Indonesia ke depan.
?Turunnya cadangan devisa, kebijakan uang ketat Bank Indoenesia (BI), perlambatan ekonomi. Ini mencerminkan rendahnya daya tahan perekonomian domestik terhadap gejolak perekonomian global,? ujar David kepada Katadata, Selasa (8/9).
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan paket kebijakan yang salah satunya untuk memperlancar kegiatan industri di dalam negeri. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan arus dana dari luar negeri ke Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, penurunan cadangan devisa ini disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk membayar utang luar negeri pemerintah. Serta, untuk stabilisasi nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya. Tetapi penerbitan Samurai Bonds oleh pemerintah menahan cadangan devisa turun lebih dalam.
Posisi cadangan devisa ini, kata dia, cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan membayar utang luar negeri pemerintah. Serta, masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
?BI akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah guna mendukung terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan,? kata Tirta. ?Cadangan devisa ini mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.?