KATADATA ? Ekonom berharap Bank Indonesia (BI) mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang akan diputuskan besok (14/7). Masih ada sejumlah persoalan yang bakal menghadang, baik dari domestik maupun luar negeri.
Dari dalam negeri, meskipun inflasi Juni menunjukkan perlambatan, yakni sebesar 0,54 persen atau lebih rendah dari prediksi. Tapi inflasi Juli diperkirakan masih akan tinggi. Apalagi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memprediksi bakal terjadi el nino antara Juni-November tahun ini.
Menurut ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual, jika fenomena kenaikan suhu permukaan laut ini terjadi, maka akan berpengaruh kepada produksi pangan. Ini kemudian menyebabkan harga pangan naik dan berimplikasi terhadap inflasi.
?Dari sisi inflasi masih tinggi. Masih ada ketidakpastian inflasi, terutama pengaruh el nino pada harga komoditas termasuk minyak. Bahan bakar minyak (BBM) kan sudah lima bulan tidak naik. Dulu katanya, setiap satu bulan akan dikaji,? kata David ketika dihubungi Katadata, Senin (13/7).
(Baca: Fenomena El-Nino Ancam Inflasi)
Dari sisi eksternal, kejatuhan pasar modal di Cina yang mencapai 30 persen dalam sebulan terakhir turut mempengaruhi perekonomian Indonesia. Jika penurunan indeks itu menyebabkan kinerja sektor riil negeri panda merosot, maka berdampak terhadap permintaan ekspor Indonesia. Ini karena Cina merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Selain itu, pertemuan antara Yunani dan Uni Eropa yang masih menemui jalan buntu, sehingga dana talangan (bailout) baru untuk membiayai utang jatuh tempo bulan ini pun belum bisa diberikan. Sementara, Yunani sudah kehabisan uang dan bank ditutup selama dua pekan terakhir. Proposal reformasi yang diajukan Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras pun dinilai tidak memadai.
(Baca: Inflasi Juni 0,54 Persen, Lebih Rendah dari Prediksi)
?Paling aman menahan (BI Rate). Memang pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat signifikan, tapi kondisi ekonomi global juga memang melambat. Investasi asing langsung juga belum cukup kuat masuknya. Kalau mengandalkan portofolio investasi, takutnya keluar,? kata dia.
Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi sependapat bahwa BI Rate masih harus dipertahankan. Mengingat masih tingginya volatilitas di pasar uang, sehingga rupiah merosot ke level Rp 13.300 per dolar AS, membuat BI tidak bisa berbuat banyak.
?Ada juga fokus keprihatinan ekspektasi inflasi dan risiko pembiayaan eksternal. Pertimbangan semua ini, bukan hal sulit untuk melihat bahwa BI akan tetap menerapkan kebijakan bias ketat hingga saat ini,? kata Gundy. (Baca: BI Hati-Hati Keluarkan Kebijakan Moneter)
Selain BI Rate, dia juga memperkirakan ekspor akan kembali tertekan hingga mencapai 18,4 persen pada bulan ini. Sedangkan impor diprediksi turun hingga 24,3 persen. Hal ini karena pengeluaran pemerintah belum menunjukkan peningkatan. Sementara, permintaan domestik juga masih lemah. Dengan begitu, neraca perdagangan diperkirakan mencatatkan surplus sebesar US$ 700 Juta.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo juga memperkirakan neraca perdagangan Juni masih akan surplus. Menurut dia, tren perdagangan saat ini memang melemah. ?Januari-Mei surplus, Indonesia sekarang beum dapatkan estimasi terakhir tapi secara umum kami lihat akan surplus,? ujar Agus.
Bank Indonesia sudah mempertahankan tingkat suku bunga acuan di posisi 7,5 persen sejak Februari tahun ini.