KATADATA ? Bank Indonesia (BI) berharap, ada pembahasan mengenai kejelasan mengenai bantuan likuiditas dan bank yang masuk dalam kategori bank domestik berdampak sistemik (Domestic Sistemically Important Bank/DSIB). Sebab, pengalaman dari kasus Bank Century pada 2008 lalu, kedua hal ini menjadi masalah utama.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, akan ada upaya untuk merestrukturisasi status DSIB yang lebih sederhana, sehingga memuat kejelasan dan dasar hukum yang baik bagi penanganan sektor keuangan atau perbankan ke depan. Maka, UU JPSK diharapkan bisa memberi kejelasan bagi semua otoritas termasuk BI.
Hal lain yang akan diajukan yakni terkait pinjaman likuiditas jangka pendek dari BI sebagai Lender of the Last Resort (LOLR) untuk mencegah terjadinya krisis finansial yang sistemik. Terutama, mengenai kejelasan bank yang bisa mendapatkan fasilitas ini. Fasilitas ini juga perlu dukungan pemerintah, yakni Kementerian Keuangan sehingga ada koordinasi.
?Jadi dari awal kami tahu kalau ada dana yang masuk untuk likuiditas khusus itu atas sepengetahuan pemerintah dan hanya diberikan pada kategori DSIB. Sedangkan bank yang bukan dalam kategori bukan DSIB, itu akan ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kejelasan itu sangat baik untuk kami hadapi kondisi terburuk,? kata Agus usai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar), Jakarta, (6/7).
Dalam menetapkan bank yang termasuk DSIB, BI akan berkonsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Serta, menentukan DSIB yang punya kewajiban untuk melakukan penguatan neraca dan kondisi keuangannya termasuk permodalan agar tidak mudah bagi bank DSIB untuk jatuh.
Dalam upaya memperkuat modal dan kondisi keuangan, Agus berharap bank mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini penting, agar tidak merugikan pihak lain yang terlibat. Seperti, ketika bank menerbitkan surat utang (obligasi) lalu jatuh, tidak merugikan investor. Selain itu, kepatuhan bank juga penting agar pembeli memahami kondisi keuangan bank dengan baik.
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Dengan pencabutan tersebut, DPR sepakat untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) JPSK.
Keputusan DPR tersebut karena melihat ada potensi terjadinya krisis dengan kondisi Yunani dan rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Rate). ?Seluruh fraksi bulat, sepakat untuk mencabut Perppu Nomor 4 tahun 2008, dan Sepakat untuk menindaklanjuti RUU JPSK,? kata Ketua Komisi XI Fadel Muhammad dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Senin (6/7).