KATADATA ? Bank Indonesia (BI) ingin mengoreksi target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diprediksi berada di rentang 5,4 persen-5,8 persen. Koreksi dilakukan setelah melihat realisasi pertumbuhan pada kuartal I-2015 yang hanya sebesar 4,71 persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, bank sentral masih menunggu kinerja perekonomian pada kuartal II. Ini karena proyek-proyek pemerintah sudah mulai berjalan dan akan terlihat efektivitasnya. Persoalannya, perlambatan pertumbuhan pada kuartal I lebih disebabkan oleh belum optimalnya belanja pemerintah.
?Sekarang kami masih pegang 5,4 persen-5,8 persen, walaupun bisa ke bawah. Nanti semester II kami akan review pertumbuhan ekonomi itu,? kata dia seusai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI di kantornya, Jakarta, Selasa (19/5).
Dia mengatakan, ada sejumlah risiko yang dihadapi Indonesia saat ini yang dapat menganggu kinerja perekonomian. Faktor-faktor ini yang turut menyebabkan BI mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) di posisi 7,5 persen.
Di dalam negeri, faktor utama yang perlu diwaspadai adalah pergerakan inflasi serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, bank sentral juga menjaga supaya defisit neraca transaksi berjalan tidak melebar terlalu jauh dari kuartal I-2015 sebesar 1,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dari sisi global, Agus menyebutkan, masih belum pastinya kenaikan suku bunga bank sentral AS (the Fed) turut mempengaruhi kinerja perekonomian domestik. Kemudian adanya indikasi perlambatan ekonomi Cina yang saat ini menjadi pasar utama produk ekspor Indonesia.
Belum lagi adanya penurunan harga komoditas di pasar global yang dapat menekan penerimaan dari sisi ekspor. Ini karena mayoritas produk ekspor Indonesia berasal dari komoditas.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, pemerintah dan BI akan fokus untuk menjaga stabilitas, agar aliran dana keluar (capital outflow) tak meningkat. Apalagi, defisit transaksi berjalan yang diperkirakan mencapai 2,8 persen hingga akhir tahun masih dibiayai oleh investasi portofolio asing yang rentan keluar.