Sofyan dan Bambang Beda Pandangan dengan Luhut Soal Pajak Perusahaan

KATADATA
Presiden Joko Widodo tengah memimpin rapat kabinet perdana pada 27 Oktober 2014.
12/5/2015, 17.31 WIB

KATADATA ? Pemerintah kembali menunjukkan lemahnya koordinasi. Kali ini terjadi antara Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan dengan menteri-menteri di bidang ekonomi.

Perbedaan pandangan ini terkait rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan atau PPh pasal 25 untuk perseroan terbuka. Pemerintah, kata Luhut, akan menurunkan tarif PPh badan dari sekarang sebesar 25 persen menjadi 17,5 persen-17,8 persen.

Seperti dikutip dari Bloomberg, Luhut menyatakan, penurunan tarif pajak tersebut supaya Indonesia bisa bersaing dengan Singapura. Di negara tetangga itu, perusahaan dikenakan PPh sebesar 17 persen, yang dinilai dapat mencegah terjadinya praktik transfer pricing oleh perusahaan yang memiliki entitas di negara lain.

?Kami akan segera lakukan ini (penurunan tarif PPh badan). Ini sudah diperintahkan Presiden,? kata dia.

Namun, pernyataan Luhut tersebut berbeda dengan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

(Baca: Ekonomi Melambat, Momentum Tepat Rombak Kabinet)

Sofyan mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan mengenai rencana tersebut dalam rapat kabinet. ?Tanya sama Pak Luhut, saya tidak bisa komentar. Belum ada pembahasan di kabinet. Mungkin itu wacana saja,? tutur Sofyan di kantornya, Jakarta, Selasa (12/5).

Bambang Brodjonegoro pun menyampaikan hal serupa. Dia mengatakan, pihaknya masih akan meninjau terlebih dahulu dampak penurunan tarif pajak terhadap penerimaan negara.

Lagi pula dalam penentuan tarif pajak, pemerintah tidak dapat beradu dengan negara lain yang tarifnya lebih rendah. Adapun revisi PPh badan baru akan dilakukan pada tahun depan.

?Nggak ada jaminan kalau Indonesia menurunkan (PPh badan), Singapura juga tidak akan menurunkan. Pemerintah nggak boleh beradu dengan mencari tarif pajak yang paling rendah. (Revisi) itu masih tahun depan,? kata Bambang.

Kritik terhadap cara komunikasi pemerintah sebelumnya disampaikan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Dia menilai ada kesan antara satu institusi dengan institusi lain berbicara ke media massa mengenai satu masalah, tapi dengan perspektif yang berbeda.

Padahal, komentar mereka tersebut dibaca dan kemudian menimbulkan persepsi yang buruk di mata investor. Akibatnya, banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki struktur ekonomi di dalam negeri tidak membuahkan hasil.

Pemerintah diharapkan meningkatkan koordinasi secara internal sebelum menyampaikan informasi melalui media massa. ?Jangan berkoordinasi melalui media massa, kalau ada pejabat negara yang dekat dengan media. Saat ini banyak sekali yang dipelintir beritanya,? kata dia dalam peluncuran buku ?Kajian Stabilitas Sistem Keuangan? di kantornya, Jakarta, Jumat (8/5).

Terkait penurunan tarif pajak untuk korporasi, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya juga pernah melakukannya. Ketika itu, tarif pajak perseroan terbatas, khususnya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) diturunkan 5 persen dari 30 persen menjadi 25 persen.

Namun, penurunan tarif pajak tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, jumlah saham yang dicatatkan dan disetor penuh di BEI minimal 40 persen. Saham perusahaan tersebut minimal dimiliki oleh 300 pihak, dan masing-masing pihak itu hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 persen.

Reporter: Desy Setyowati