KATADATA ? Posisi cadangan devisa Indonesia turun US$ 3,97 miliar dalam sebulan. Hingga akhir Maret 2015, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 111,6 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$ 115,5 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengatakan, turunnya cadangan devisa disebabkan upaya BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Intervensi bank sentral ini terutama saat tekanan terhadap rupiah cukup tinggi.
?Saya nggak bisa kasih tahu jumlahnya (nilai intervensi). Kami intervensi, bila volatilitas rupiahnya tajam, bukan mengarahkan rupiah ke level tertentu,? kata dia saat dihubungi Katadata, Rabu (8/4).
Lebih lanjut dia mengatakan, BI akan tetap mengutamakan kehati-hatian dalam melakukan intervensi ke pasar, dan memastikan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat. Hal ini dalam upaya mengantisipasi gejolak yang muncul akibat gejolak nilai tukar ditimbulkan, meskipun bank sentral AS, the Fed, telah mengindikasikan menunda kenaikan suku bunganya.
Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs menuturkan, penurunan yang signifikan ini karena adanya kenaikan permintaan dolar Amerika Serikat (AS) yang tinggi selama Maret. Terutama, untuk membayar utang luar negeri pemerintah serta mengintervensi pasar dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental.
Meskipun turun, posisi cadangan devisa saat ini masih cukup untuk membiayai 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ini masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
?BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,? kata Peter dalam keterangan persnya.
Dalam penilaian Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Budi Hikmat, penurunan cadangan devisa masih positif karena digunakan untuk stabilisasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Intervensi BI tersebut dilakukan untuk menjaga volatilitas kurs rupiah menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada pertengahan Maret lalu. Pada saat itu, rupiah sempat menyentuh level Rp 13.200 per dolar AS.
?Saya masih lihat positif (penurunan cadangan devisa), karena digunakan untuk stabilisasi. Jangan lupa bulan lalu ada meeting the Fed yang bikin dolar AS menguat. Jadi BI intervensi,? ujarnya.
Ke depan, dia optimistis rupiah masih akan sesuai dengan fundamental dan cenderung menguat tipis karena posisi dolar AS yang tengah tertekan. Apalagi, the Fed pun mengindikasikan penundaan kenaikan suku bunga acuan dan hanya akan dilakukan satu kali.
Pada awal pekan ini, kurs rupiah sempat menyentuh level Rp 12.950 per dolar AS. Posisi rupiah pun terus melanjutkan penguatan, dengan ditutup positif di level Rp 12.985 per dolar AS pada hari ini.
?Dollar AS sudah kembali melemah. Selanjutnya (yang) harus dilakukan adalah menggenjot ekspor nonmigas. Menurut BIS (Bank of International Settlement), rupiah termasuk mata uang yang kompetitif,? tutur dia.