Khawatir Sebabkan Krisis, BI Atur Utang Luar Negeri Swasta

Donang Wahyu|KATADATA
rencana kenaikan suku bunga the Fed akan membuat dolar akan kembali ke negeri asalnya sehingga pasokan dolar mengetat.
Penulis:
Editor: Arsip
30/10/2014, 13.37 WIB

KATADATA ?  Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengingatkan agar korporasi swasta berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri (ULN). BI kini mengatur pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank  agar swasta dapat memitigasi risiko dari utang tersebut.

Agus khawatir utang luar negeri yang tinggi bisa menimbulkan krisis seperti 1997-1998. Rasio ULN swasta Indonesia mencapai 37 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding India yang hanya 5 persen, namun lebih kecil dibanding Malaysia dan Filipina. Sejak 2006 hingga 2006-2014, ULN swasta didominasi utang jangka pendek sekitar 1-3 tahun. Dia berharap pengusaha tidak menggunakan utang jangka pendek untuk pembiayaan jangka panjang.

"Kalau tidak, seperti tahun 1997-1998. Nanti gagal bayar, tidak bisa diperpanjang. Kalau mau, cari pinjaman yang 10-20 tahun," ujarnya saat sosialisasi peraturan BI tentang ULN di BI, Kamis (30/10).

Hingga akhir Agustus 2014, ULN mencapai US$ 290,4 miliar. Angka ini naik 11,2 persen dibandingkan Agustus 2013. Dari sektor publik, sebesar US$ 134,2 milliar atau 46,2 persen dari total ULN. Dan sektor swasta mencapai US$ 156,2 miliar atau 53,8 persen dari total ULN. 

Bank sentral mengingatkan pengusaha agar mempertimbangkan kondisi perekonomian global pada saat meminjam dana dari luar negeri. Sebab dengan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika (the Fed) akan membuat dolar akan kembali ke negeri asalnya sehingga pasokan dolar mengetat. BI berharap perusahaan tak hanya mengejar untung, namun juga memahami risiko flukutasi kurs yang bisa membuat gagal bayar utang. 

"Mohon jangan hanya mengejar laba, tetapi punya risiko currency. Jadi saya mohon seimbangkan untuk perbaiki risikonya," ujarnya. 

Kondisi tersebut ditambah dengan defisit transaksi berjalan yang masih tinggi dan harga komoditas yang menurun. Sedangkan dari sisi impor, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi juga menekan fiskal. 

Untuk meminimalkan risiko, BI mengeluarkan aturan mengenai ULN swasta. Otoritas moneter itu mewajibkan korporasi nonbank yang memiliki ULN untuk memenuhi tiga hal yaitu pertama, rasio lindung nilai minimum untuk memitigasi risiko nilai tukar. Kedua, rasio likuditas valas minimum untuk memitigasi risiko likuiditas. Ketiga, peringkat utang minimum untuk memitigasi risiko 

Reporter: Desy Setyowati