KATADATA ? Sidang banding anak perusahaan Asian Agri Group (AAG), PT. Andalas Intiagro Lestari kembali digelar di Pangadilan Pajak, Jakarta. Hari ini, pihak terbanding mengajukan Profesor Eddy OS Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada, sebagai saksi ahli.
Dalam keterangannya, Eddy mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait besaran denda yang harus dibayarkan AAG berdasarkan besaran pajak terutang, tidak bisa lagi diadili di pengadilan manapun. Ini karena putusan kasasi tersebut dalam hukum pembuktian diberlakukan sebagai dasar hukum yang kuat dan tak terbantahkan serta harus dilaksanakan isinya
?Keputusan MA tersebut bagi pengadilan manapun harus dianggap sebagai suatu putusan bersifat final, tak dapat diutak-atik kembali dan banding. Berlaku mengikat dan harus dilaksanakan,? tutur Eddy dalam persidangan, Rabu (8/10).
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dinilai tidak bisa menghitung ulang angka pajak terutang karena keputusan tersebut merupakan alat bukti yang tidak lagi memerlukan alat bukti lain. Putusan MA itu dianggap benar selama belum ada pembuktian yang membuktikan sebaliknya (Probatia Plaena).
Prinsip itu juga menempatkan Ditjen Pajak sebagai institusi yang wajib untuk menindaklanjuti putusan kasasi berdasarkan pasal 13 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Menurut dia, putusan kasasi MA secara mutandis harus ditafsirkan bahwa keputusan tersebut mewajibkan kepada terpidana dan koroporasi yang disebutkan dalam keputusan tersebut untuk membayarkan pajak terutang.
?Sehingga putusan itu tidak perlu menyebutkan bahwa Ditjen Pajak diperintahkan untuk menagih pajak terutang yang kurang dibayar,? ujarnya.
Eddy juga menjelaskan, tidak ada pemisahan antara terdakwa dan pihak korporasi dalam kasus ini. Mengacu pada teori identifikasi atau doktrin pertanggungjawaban pidana secara langsung, menyebutkan bahwa perusahaan dapat melakukan sejumlah delik secara langsung melalui orang-orang yang berhubungan erat dengan perusahaan, dan orang-orang tersebut dipandang sebagai perusahaan itu sendiri.
?Perbuatan atau kesalahan individu yang diwakilinya tersebut diidentifikasi sebagai kesalahan korporasi,? kata Eddy.
Ahli menyatakan AAG tidak dapat melakukan banding atas putusan MA terkait dengan Suwir Laut ke pengadilan pajak. Upaya yang dapat dilakukan, menurut dia, yaitu melalui mekanisme Peninjauan Kembali (PK).
Sidang yang dipimpin langsung oleh Majelis VII Pengadilan Pajak yang terdiri dari Sigit Hendyanto selaku Hakim Ketua dan Nany Wartiningsih serta Entis Sutisna selaku Hakim Anggota. Majelis dan kedua pihak sepakat untuk kembali menghadirkan ahli dari pihak pemohon banding sebelum dilakukan penyampaian pernyataan penutup (closing statement).