KATADATA ? Terungkapnya 13 perusahaan Indonesia yang mendirikan perusahaan cangkang (shell company) di negara persemakmuran Inggris, British Virgin Island (BVI), oleh media asal Inggris The Guardian, membawa ingatan kita ke kasus Asian Agri Grup.
Asian Agri memiliki perusahaan cangkang di negara surga pajak tersebut, yakni Asian Agri Abadi Oils and Fats Ltd. Pendirian perusahaan cangkang ini pada akhirnya digunakan untuk memanipulasi keuangan perusahaan di Indonesia dalam hal perolehan laba. Hal ini juga terungkap dalam putusan sidang Asian Agri pada akhir 2012.
Dalam putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/PID.SUS/2012, menjelaskan rekayasa laporan Asian Agri dalam pembayaran pajaknya. Asian Agri merekayasa pelaporan ekspornya dengan mengubah harga jual yang seharusnya ke negara tujuan, dialihkan ke negara lain yang harganya lebih rendah. Sehingga keuntungan yang dicatat dalam laporan pajak perusahaan tersebut menjadi rendah.
Rekayasa penjualan dilakukan melalui penjualan ekspor, yang pengiriman barangnya sebenarnya langsung ditujukan ke negara pembeli. Akan tetapi dokumen keuangan yang berkaitan dengan transaksi ekspor tersebut yakni Letter of Credit (LC) dan Invoice, dibuat seolah-olah dijual kepada perusahaan di Hong Kong yaitu, Twin Bonus Edible Oils Ltd., Goods Fortune Oils & Fats Ltd., United Oils & Fats Ltd., atau Ever Resources Oils & Fats Industries Ltd.
Dari Hong Kong, kemudian dijual lagi ke perusahaan di Macau (Global Advance Oils and Fats) atau British Virgin Island (Asian Agri Abadi Oils and Fats Ltd.), baru selanjutnya dijual ke negara pembeli sebenarnya.
Padahal perusahaan di Hong Kong, Macau maupun di BVI adalah perusahaan cangkang yang digunakan sebagai fasilitator untuk mendukung transaksi tersebut dan sebagai tempat untuk menampung selisih harga jual.
Adapun ?seluruh pembuatan dokumen (invoice) penjualan, baik untuk perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asian AGri Group maupun perusahaan di Hong Kong, Macau, dan BVI dilakukan oleh karyawan Aaisan Agri Group di Medan, Sumatera Utara,? seperti yang tertulis dalam putusan Mahkamah Agung tersebut.
Akibat transaksi penjualan ekspor dengan cara tersebut, laba yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia menjadi lebih rendah dari pada yang seharusnya. Sehingga pajak terutang yang dilaporkan pun menjadi lebih kecil dari pada yang seharusnya.
Dengan permainan laporan keuangan pajak tersebut, Asian Agri Group telah merugikan negara sebesar Rp 1,25 triliun. Atas tindakan ini, Mahkamah Agung memutuskan grup perusahaan tersebut untuk membayar denda sebesar dua kali lipat, yakni sebesar Rp 2,5 triliun.