Pemerintah diminta untuk mempercepat penyaluran penjaminan kredit modal kerja bagi korporasi padat karya. Hal ini bertujuan agar manfaatnya bisa cepat dirasakan pelaku usaha di kedua sektor tersebut dan mencegah resesi di kuartal III.
“Dalam kondisi sekarang, setidaknya dalam bulan depan sudah terserap,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal kepada Katadata.co.id, Kamis (30/7).
Faisal menilai, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 belum optimal mengerek pertumbuhan ekonomi lantaran penyerapan anggarannya masih rendah. Padahal kecepatan penyerapan yang berarti penyaluran terlaksana optimal, sangat berpengaruh untuk mengantisipasi ekonomi kuartal III tak negatif.
“Kalau tidak cepat ini akan sama seperti kuartal II. Kuartal III menurut saya akan tetap terkontraksi,” kata Faisal.
Per 27 Juli penyerapan PEN baru mencapai 19% dari anggaran Rp 695,2 triliun. Berdasarkan data Kemenkeu, sektor kesehatan yang dianggarkan Rp 87,55 triliun baru terealisasi 7,74%. Lalu, perlindungan sosial yang dimaksudkan menjaga sisi permintaan baru 38,31% dari Rp 203,9 triliun.
Selanjutnya, stimulus sektoral dan pemda baru terserap 6,57% dari Rp 106,11 triliun, stimulus UMKM terserap 25,3% dari Rp 123,46 triliun, dan stimulus dunia usaha terserap 13,34% dari Rp 120,61 triliun. Sementara, pembiayaan korporasi masih belum terserap sama sekali dari anggaran Rp 53,57 triliun.
Faisal memang menilai program penjaminan kredit modal industri padat karya swasta tepat dilakukan pemerintah. Hal ini karena selama pandemi banyak pelaku usaha ini arus kasnya memburuk. Sehingga, kebijakan ini bisa membantu memperbaiki arus kas mereka lagi dan menekan jumlah pengangguran.
Meskipun demikian, Faisal meminta pemerintah membuat kontrak dengan industri padat karya penerima penjaminan kredit modal kerja agar tak memutus hubungan kerja pegawainya. Hal ini penting untuk memastikan mereka yang telah mendapat stimulus tak mem-PHK karyawannya dan sisi permintaan pun tak semakin jatuh.
“Karena menuju kuartal III yang mengalami tekanan adalah sisi permintaan,” kata Faisal.
Pada Rabu (29/7) lalu, Menkeu Sri Mulyani menyatakan akan memberi penjaminan kredit modal kerja untuk industri padat karya swasta. Penjaminan diberikan melalui dua special mission vehicle (SMV) atau lembaga binaan Kemenkeu yang bertugas khusus melaksanakan tugas pembangunan. Kedua lembaga adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Penjaminan, kata Sri Mulyani, diberikan kepada korporasi dengan plafon kredit di atas Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun. Sektor prioritas dalam program ini antara lain pariwisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furniture, produk kertas, serta usaha padat karya lain dengan kriteria terdampak corona.
Pemerintah akan memberi penjaminan kredit modal kerja sebesar 80% bagi sektor prioritas, sementara 20% sisanya ditanggung perbankan. Bagi bukan sektor prioritas, kredit yang dijamin pemerintah adalah 60% dan 40% ditanggung perbankan. IJP juga akan diberikan pemerintah kepada perbankan sebesar 100% untuk penyaluran kredit modal kerja hingga Rp 300 miliar dan 50% untuk penyaluran kredit modal kerja di atas Rp 300 miliar-Rp 1 triliun.
Kriteria perusahaan padat karya yang bisa mendapat program penjaminan adalah aktivitasnya terdampak pandemi corona, menyerap tenga kerja, dan memiliki multiplier effect signifikan, serta berpotensi memulihkan ekonomi nasional. Kriteria sengaja dibuat umum agar pengukurannya mudah dan bisa diterapkan perbankan.
Syarat administratif bagi perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut, adalah menyerahkan dokumen bukti aktivitas bisnis terdampak corona dan mencantumkan perusahaan memiliki lebih dari 300 orang karyawan. Kemudian menyerahkan tabel pemasukan dan pengeluaran perusahaan sebagai bukti multiplier effect, rencana anggaran, daya tahan, serta ekspansi perusahaan.
Sri Mulyani menyatakan, pemerintah menargetkan penyaluran kredit modal kerja bisa mencapai Rp 100 triliun hingga akhir 2021. Sementara program ini bekerja sama dengan 15 bank BUMN dan swasta.