Gelombang ke-2 Corona, Tantangan Terberat Hindari Resesi Ekonomi RI

Arief Kamaludin|KATADATA
Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II tahun ini mengalami kontraksi minus 4% hingga minus 6%.
Editor: Yuliawati
3/8/2020, 19.19 WIB

Pandemi corona membuat beberapa negara di dunia mengalami resesi. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II tahun ini mengalami kontraksi minus 4% hingga minus 6%. Apakah Indonesia akan mengalami resesi?

Agus menjelaskan pemerintah masih memiliki peluang untuk terhindar dari jurang resesi dengan memanfaatkan momentum kenormalan baru dan disiplin protokol kesehatan. Dengan memanfaatkan momentum, kata dia, pertumbuhan di kuartal III dapat tumbuh lebih baik daripada kuartal II.

Dia memperkirakan ekonomi pada kuartal III akan tumbuh 0,5% atau 1%. Pada kuartal IV pun pertumbuhan ekonomi bisa mencapai positif di angka 3%.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi ini tergantung pada kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan. "Apabila momentum yang ada ini dijaga, kita bisa terhindar dari resesi yaitu tidak perlu terjadi dua kuartal pertumbuhan ekonomi negatif," kata Agus dalam diskusi daring di Jakarta, Senin (3/8).

Agus menyatakan tantangan terberat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut yakni menghadapi potensi serangan gelombang kedua atau second wave pandemi corona. "Risiko terbesar adalah bila gelombang pertama corona belum selesai dan setelah agak reda ada gelombang kedua," kata Agus.

Dia menyarankan agar pemerintah merangkul sektor bisnis besar dan menegah yang tidak mengalami kondisi seburuk krisis 1997-1998. "Pebisnis tahu apa yang harus dilakukan ketika ada perubahan. Jadi mereka harus dirangkul untuk menjaga sosial ekonomi Indonesia," kata Agus.

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi disebabkan menurunnya konsumsi dalam negeri yang selama ini selalu menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Saat pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) konsumsi masih didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah.

Sedangkan masyarakat kelas menengah ke atas yang memiliki tingkat konsumsi lebih besar masih cenderung takut untuk kembali beraktivitas secara normal. Sehingga pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dan III masih sangat sulit untuk bergerak positif. "Ini menunjukkan kenapa pertumbuhan ekonomi kita susah untuk bergerak," kata dia.

Tak hanya itu, Aviliani pun mengatakan, kondisi itu diperburuk dengan lambatnya implementasi dana bantuan dari pemerintah. Hal ini disebabkan lantaran adanya ketidaksingkronan data yang dimiliki oleh Kementerian dan Lembaga serta pemerintah pusat dan daerah.

Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di kuartal IV, pemerintah diminta mengganti bantuan sosial dalam bentuk paket sembako menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Upaya ini bertujuan agar konsumsi masyarakat kembali menggeliat. "Permintaan agar terus tumbuh tidak bisa dipaksakan, tapi kita harus menjaga dari kelas bawah ini, maka perlu diperbanyak cash transfer," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan Indonesia pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga akan mengalami penurunan. Airlangga masih optimistis di kuartal IV pertumbuhannya akan kembali membaik. "Di kuartal kedua diperkirakan minus 3,4%, kuartal ketiga minimal kita bisa naik dengan proyeksi minus 1%," katanya beberapa waktu lalu.

Badan Moneter Internasional atau IMF memprediksi angka pertumbuhan pada kuartal II-2020 terkontraksi hingga 3,1%. Perlambatan juga diramalkan terjadi pada triwulan berikutnya di angka minus 0,3%. Grafik Databoks di bawah ini menampilkan prediksi pertumbuhan ekonomi RI per kuartal 2020.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto