Bank Indonesia (BI) mencatat neraca pembayaran Indonesia (NPI) surplus US$ 2,6 miliar sepanjang 2020. Perkembangan tersebut didorong oleh penurunan defisit transaksi berjalan serta surplus transaksi modal dan finansial.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan defisit transaksi berjalan pada 2020 sebesar US$ 4,7 miliar atau 0,4% dari produk domestik bruto. Capaian tersebut jauh menurun dari defisit sebesar US$ 30,3 miliar atau 2,7% dari PDB pada 2019.
Menurut dia, penurunan defisit tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terbatas akibat melemahnya permintaan dari negara mitra dagang yang terdampak Covid-19.
"Perkembangan itu di tengah impor yang juga tertahan akibat permintaan domestik yang belum kuat," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (19/2).
Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada 2020 tetap surplus sebesar US$ 7,9 miliar. Hal tersebut akibat dari optimisme investor terhadap pemulihan ekonomi domestik yang terjaga dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang mereda, terutama pada semester II 2020.
Adapun NPI triwulan IV 2020 mencatatkan defisit sebesar US$ 0,2 miliar yang ditopang oleh surplus transaksi berjalan yang berlanjut di tengah transaksi modal dan finansial yang defisit. Meski begitu, NPI tetap bisa menopang ketahanan eksternal.
Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2020 meningkat menjadi US$ 135,9 miliar atau setara dengan pembiayaan 9,8 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah. Angka cadangan devisa tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional.
Surplus transaksi berjalan berlanjut pada triwulan IV 2020, ditopang oleh surplus neraca barang yang meningkat. Transaksi berjalan kembali surplus sebesar US$ 0,8 miliar atau 0,3% dari PDB, melanjutkan surplus pada triwulan sebelumnya sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% dari PDB.
Surplus transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca barang akibat peningkatan ekspor yang didorong oleh perbaikan permintaan dunia dan harga komoditas di tengah peningkatan impor yang terbatas.
Simak perkembangan neraca perdagangan sepanjang 2020 pada databoks berikut:
Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat terutama disebabkan oleh defisit jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi, serta defisit jasa transportasi yang melebar akibat peningkatan pembayaran jasa freight seiring kenaikan impor barang.
Perbaikan ekonomi domestik pada triwulan IV 2020 mempengaruhi kenaikan pembayaran imbal hasil atas investasi langsung. Ini menyebabkan defisit neraca pendapatan primer meningkat.
Transaksi modal dan finansial pada triwulan IV 2020 ditopang terutama oleh surplus investasi langsung dan investasi portofolio. Aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio makin meningkat pada kuartal IV 2020.
Peningkatan aliran modal asing tersebut seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan ekonomi domestik yang tetap terjaga. Surplus investasi langsung mencapai US$ 4,2 miliar, meningkat dari triwulan sebelumnya, terutama dalam bentuk instrumen modal ekuitas.
Selain itu, tercatat net inflows sebesar US$ 2,2 miiar ke investasi portofolio RI pada triwulan IV 2020, setelah pada triwulan sebelumnya terjadi net outflows US$ 1,9 miliar. Perkembangan positif itu terutama didorong oleh aliran modal masuk neto pada surat utang negara berdenominasi rupiah.
Transaksi investasi lainnya defisit cukup besar akibat peningkatan pembayaran pinjaman yang jatuh tempo serta penempatan simpanan dan aset lainnya di luar negeri. Dengan perkembangan tersebut, transaksi modal dan finansial pada triwulan IV 2020 mencatat defisit US$ 900 juta atau 0,3% dari PDB.
Proyeksi Neraca Pembayaran 2021
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet memperkirakan neraca transaksi berjalan akan kembali mengalami surplus pada kuartal I 2021. Dengan demikian, kondisi tersebut akan kembali menopang neraca pembayaran.
Surplus neraca transaksi berjalan akan didorong pertumbuhan impor yang masih akan berada pada level negatif pada kuartal I 2021. Ini karena pelaku usaha masih akan menahan laju ekspansi mereka akibat permintaan pasar yang masih lemah.
"Akibatnya impor bahan baku dan barang modal masih akan melanjutkan kondisi seperti di bulan Januari lalu," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Jumat (19/2).
Sementara, neraca transaksi jasa akan dipengaruhi oleh neraca jasa perjalanan yang defisitnya juga akan lebih mengecil dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini didasarkan akan aktivitas perdagangan ekspor dan impor yang relatif lebih rendah dibandingkan peridoe sebelumnya.
Ia melanjutkan, aktivitas perdagangan yang kemungkinan lebih rendah pada kuartal pertama tahun ini akan mempengaruhi jasa pembayaran freight yang lebih rendah. Sementara jasa perjalanan juga akan lebih rendah karena periode liburan kuartal I 2021 tidak lebih banyak dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Jawa dan Bali juga ikut menurunkan kunjungan perjalanan wisata," kata dia.