Bank Sentral Tiongkok Rilis Mata Uang Digital, Kapan BI Akan Menyusul?

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Gedung Bank Indonesia (BI), Jalan M. H Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
25/6/2021, 17.57 WIB

Perkembangan uang digital seperti mata uang kripto kian pesat. Respons sejumlah bank sentral dunia beragam. Bank Sentral Cina (PBoC), misalkan, menerbitkan Yuan Digital. Namun Bank Indonesia masih mengkaji untuk mengeluarkan central bank digital currency (CBDC) ini. Lalu, apa yang melatarbelakangi perbedan kebijakan ini?

Otoritas moneter di Indonesia menegaskan tak akan terburu-buru merilis duit digital mengingat belum ada urgensi penerbitan mata uang tersebut. Walaupun, beberapa waktu lalu sempat mencuat wacana uang digital ini akan diedarkan melalui perbankan hingga perusahaan teknologi finansial atau fintech bila sudah terbit.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan bahwa urgensi pemakaian mata uang digital di Tanah Air berbeda dengan beberapa negara lain, seperti Tiongkok. “Di sana mata uang digital milik swasta sangat dominan,” kata Erwin dalam Media Briefing Implementasi Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2025 untuk Membangun Pasar Uang Modern dan Maju di Era Digital, Jumat (25/6).

Selain itu, referensi penduduk yang memegang uang tunai di Tiongkok sangat rendah. Hal itu seiring mayoritas penduduk Negeri Tembok Raksasa itu menggunakan layanan digital dalam bertransaksi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia.

Kendati demikian, Erwin menegaskan bahwa seluruh bank sentral di dunia, termasuk Indonesia, berusaha ikut andil dalam mata uang digital. “Ini karena bank sentral yang seharusnya menerbitkan mata uang,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Donny Hutabarat menambahkan, implementasi CBDC nantinya masuk dalam rangkaian Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025. “Tapi saat ini kami belum menerbitkan konsep CBDC secara konkret kepada publik,” kata Donny dalam kesempatan yang sama.

BPPU akan menjadi infrastruktur dasar penerapan CBDC. BPPU sudah digiatkan mulai tahun ini melalui tiga pilar kebijakan pasar uang, yakni mendorong digitalisasi dan penguatan infrastruktur pasar keuangan, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter, dan mengembangkan sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko.

Bank sentral global sedang mengembangkan mata uang digital untuk memodernisasi sistem keuangan mereka. Langkah ini termasuk dalam rangka menangkal ancaman cryptocurrency, dan mempercepat pembayaran domestik dan internasional.

Survei yang digelar Bank of International Settlements menemukan 86 % dari 65 bank sentral berbagai negara tengah mengkaji hingga mengembangkan konsep CBDC. Hampir 15 % di antaranya mulai membuat proyek percontohan.

Awal April lalu, bank sentral Jepang (BoJ) memulai percobaan tahap awal untuk melihat kelayakan penerbitan mata uang digital, menyusul upaya yang juga dilakukan oleh bank sentral di berbagai belahan dunia. BOJ menyebutkan, tahap pertama percobaan berlangsung hingga Maret 2022 dan akan berfokus pada pengujian kelayakan teknis penerbitan, pendistribusian, dan penukaran CBDC.

Kemudian akan beralih ke eksperimen fase kedua yang meneliti fungsi lebih perinci, seperti batas jumlah CBDC yang dapat dimiliki setiap entitas. Direktur Eksekutif BOJ Shinichi Uchida mengatakan akan meluncurkan program percontohan dengan melibatkan penyedia layanan pembayaran dan pengguna akhir jika diperlukan.

“Meskipun tidak ada perubahan dalam sikap BOJ yakni tidak ada rencana untuk menerbitkan CBDC saat ini, kami yakin memulai eksperimen pada tahap ini adalah langkah yang diperlukan," kata Uchida kepada komite pembuat kebijakan dan lobi bank yang fokus pada CBDC pada Maret 2021, seperti dikutip dari Reuters.

Reporter: Agatha Olivia Victoria