Insentif Nakes Covid-19 Telat karena Pemerintah Ubah Skema Pembayaran

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nz
Pemerintah telah membayarkan insentif nakes mencapai Rp 4,65 triliun dan santunan kematian Rp 58,8 miliar pada tahun lalu.
Penulis: Agustiyanti
2/7/2021, 14.40 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah membayarkan tunggakan insentif tenaga kesehatan untuk penanganan Covid-19 tahun lalu mencapai Rp 1,34 triliun hingga 11 Juni 2021. Tunggakan ini telah dibayarkan kepada 200.506 nakes pada 1.607 fasilitas kesehatan.

Ia menegaskan keterlambatan pembayaran insentif nakes bukan disebabkan masalah ketersediaan anggaran. "Persoalannya adalah Menkes mengubah skema pembayaran insentif langsung kepada nakes sehingga terjadi keterlambatan karena diperlukan inventarisasi data," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Aspek APBN dalam Implementasi PPKM Darurat, Jumat (2/7).

Aturan baru ini diterbitkan oleh Menteri Kesehatan pada Maret 2021. Dalam Keputusan Menteri Keesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021, insentif akan dikirim langsung ke rekening tenaga kesehatan. Upaya ini dilakukan untuk mengindari kemungkinan terjadinya pungutan atau pemotongn atas insentif nakes.

"Persoalan bukan pada ketersediaan anggaran tapi tata kelola dan bagaimana menciptakan akuntabilitas dan akurasi database tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan," ujarnya.

Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah telah membayarkan tunggakan insentif nakes sebesar Rp 1,34 triliun hingga 11 Juni 2021. Sementara pembayaran tunggakan klaim tahap akhir saat ini tengah dievaluasi oleh Kementerian Kesehatan.

Pemerintah telah membayarkan insentif nakes mencapai Rp 4,65 triliun dan santunan kematian Rp 58,8 miliar pada tahun lalu. Sementara untuk tahun 2021, pemerintah telah membayarkan insentif nakes mencapai Rp 2,665 triliun dari pagu Rp 3,8 triliun dan santunan kematian Rp 49,8 miliar dari pagu Rp 60 miliar.

"Pembayaran insentif nakes tahun 2021 Rp 2,6 triliun untuk 323.46 nakes dan 6.198 faskes," kata dia.

Insentif tersebut dibayarkan untuk tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawab pusat atau Kementerian Kesehatan. Sementara untuk tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah, menurut dia, pembayaran insentif dilakukan oleh pemerintah daerah menggunakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

"APBD-nya berasal dari trasnfer keuangan dari pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Bagi Hasil yang kami minta sejak awal diamankan untuk penanganan Covid-19," kata dia.

Sri Mulyani telah meminta daerah untuk mengalokasikan minimal 8% DAU dan DBH untuk penanganan Covid-19, termasuk insentif untuk tenaga kesehatan. Dengan demikian, terdapat alokasi Rp 8,15 triliun yang tersedia di APBD provinsi sebesar Rp 1,44 trilun dan kabupaten/kota Rp 6,71 triliun.

"Namun realisasinya baru mencapai Rp 650 miliar," ujar Sri Mulyani.

Realisasi pembayaran insentif di tingkat provinsi, menurut Sri Mulyani baru mencapai Rp 120 miliar. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota baru mencapai Rp 530 miliar.

"Ini perlu mendapat perhatian pemda dan kami terus menerus rapat dengan Menteri Dalam Negari, Menteri Kesehatan, serta Gubernur dan Bupati agar ini menjadi perhatian karena kami juga memiliki data detail implementasi per provinsi dan kabupaten/kota," ujarnya.