Rupiah Perkasa di 14.155 per US$ Meski Diterpa Sentimen Tapering Off

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Ilustrasi. Rupiah dibuka menguat 0,16% ke level Rp 14.195 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
14/10/2021, 10.15 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,16% ke level Rp 14.195 per dolar AS pada perdagangan pagi ini. Rupiah akan m penguatan sekalipun tapering off alias pengetatan stimulus The Federal Reserve (The Fed) berpeluang dimulai pertengahan bulan depan.

Mengutip Bloomberg, rupiah kian menguat ke level Rp 14.155  pada pukul 10.00 WIB. Posisi ini semakin jauh dari penutupan kemarin Rp 14.218 per dolar AS.

Mata uang Asia lainnya justru bergerak melemah. Dolar Hong Kong melemah 0,02%, yen Jepang dan dolar Singapura kompak melemah 0,01%, dolar Taiwan 0,11%, won Korea Selatan 0,31%, peso Filipina 0,06%, rupee India 0,49%, yuan Cina 0,03%, ringgit Malaysia 0,04%. Sedangkan bath Thailand menguat 0,70%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan menguat di kisaran Rp 14.200-Rp 14.230 per dolar AS. Penguatan nilai tukar didorong membaiknya sentimen pasar terhadap aset berisiko.

"Sentimen pasar terhadap risiko yang membaik karena laporan pendapatan perusahaan di AS dirilis lebih bagus dari ekspektasi," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (14/10).

Indeks saham AS mayoritas ditutup menghijau pada perdagangan semalam. Indeks S&P 500 menguat 0,30%, Nasdaq Composite 0,73%, sedangkan Dow Jones Industrial stagnan. Penguatan juga di mayoritas saham Eropa pagi ini. Indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,16%, indeks Dax Jerman 0,68% dan CAC 40 Perancis 0,75%.

Penguatan juga terjadi di sebagian besar indeks Asia pagi ini. Nikkei 225 Jepang menguat 0,89%, Shanghai SE Composite Cina 0,42%, Kospi Korea Selatan 1,25%, Nifty 50 India 0,94%, Taiex Taiwan 0,96%, IHSG Indonesia 0,78%, Thai Set 50 Thailand 0,73%. Sedangkan Hang Seng Hong Kong melemah 1,43% bersama Strait Times Singapura 0,49% dan FTSE Bursa Malaysia 0,32%.

Penguatan indeks saham usai sejumlah perusahaan melaporkan kinerja positif sepanjang kuartal III 2021. Raksasa bank investasi AS JP Morgan melaporkan pendapatgan US$ 30,44 miliar pada kuartal III tahun ini, melebihi estimasi analis US$ 29,8 miliar. Perusahaan aviasi AS, Delta Air juga melaporkan pendapatan yang melampaui ekspektasi yakni US$ 9,15 miliar, dari perkirakaan US$ 8,4 miliar.

Goldman Sachs, Bank of America, Morgan Stanley, Wells Fargo dan Citigroup juga dijadwalkan akan melaporkan pendapatan kuartalannya minggu ini.

Sentimen penguatan juga dapat didorong oleh tren yield US Treasury yang kembali turun setelah sempat menyentuh rekor di atas 1,6% awal pekan ini. Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun di level 1,56% pada perdagangan Rabu (13/10).

Di sisi lain, Ariston juga melihat berbagai sentimen global mungkin akan menahan penguatan rupiah hari ini. Inflasi AS bulan September dilaporkan masih bertahan di level tinggi, bersamaan dengan rilis risalah rapat bank sentral AS, The Fed yang mengungkap tapering off berpeluang dimulai bulan depan.

"Dengan masih terbukanya kebijakan pengetatan moneter AS dalam waktu dekat, penguatan rupiah bisa jadi tidak akan terlalu tinggi hari ini," kata Ariston.

Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bulan September tercatat 0,4% secara month-to-month (mtm), lebih tinggi dari ekspektasi Dow Jones 0,03%. Inflasi secara tahunan tercatat mencapai 5,4% dari perkiraan 5,3%, tertinggi sejak Januari 1991.

Harga bahan makanan melonjak 0,9% secara mtm, setelah kenaikan 0,4% bulan sebelumnya. Ini sekaligus menandai kenaikan tertinggi sejak April tahun lalu. Harga sewa rumah juga mencatat inflasi 4%, kenaikan tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Inflasi yang memanas telah menjadi perhatian The Fed untuk mulai menarik gas tapering off. Dalam laporan risalah rapat yang rilis belum lama ini, anggota Komite Rapat Terbuka Federal (FOMC) membuka peluang tapering berupa pengurangan pembelian aset akan dimulai paling cepat pertengahan November atau Desember 2021. Kebijakan ini akan diumumkan dalam rapat FOMC awal bulan depan.

The Fed rutin membeli aset pemerintah senilai US$ 120 miliar setiap bulan dalam rangka menyediakan stimulus pandemi, ini terdiri atas US$ 80 miliar berupa US Treasury dan US$ 40 miliar sekuritas berbasis hipotek. The Fed berencana mulai mengurangi pembelian itu secara bertahap, yakni US$ 10 miliar untuk US Treasury dan US$ 5 miliar pada sekuritas berbasis hipotek. Kemudian pembelian aset ditargetkan berakhir pada akhir paruh pertama 2022.

Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah bergerak stabil di kisaran Rp 14.173-Rp 14.243 per dolar AS. Ia menyebut berbagai gejolak eksternal seperti tapering off The Fed dan laporan inflasi AS tidak akan berpengaruh signifikan.

"Rupiah masih tetap sangat stabil, dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas, yang kemungkinan berdampak positif kepada neraca perdagangan," kata Rully kepada Katadata.co.id

Bank Dunia merilis laporan pergerakan harga komoditas kuartal III 2021. Laporan tersebut menunjukkan sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga bulan lalu. Harga batu bara Australia naik ke level tertingginya dalam tiga bulan, yakni US$ 185,7 per mt. Minyak mentah Brent naik menjadi US$ 74,6 per miliar barel dan minyak mentah WTI di harga US$ 71,6.

Komoditas bahan mineral juga terus naik. Harga alumunium mencapai level tertingginya US$ 2.835 per mt, nikel juga naik ke level US$ 19.377 per mt. Timah sekalipun lebih rendah dari harga bulan Juli tetapi naik dari Agustus yakni US$ 34.887 per mt.

Reporter: Abdul Azis Said