Bank Indonesia (BI) memastikan gangguan pasokan yang memicu kenaikan harga-harga di berbagai dunia hanya bersifat sementara. Dengan begitu, tekanan inflasi diyakini tidak akan berlangsung lama.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan tekanan inflasi muncul akibat adanya lonjakan dari sisi permintaan. Ini terutama didorong oleh mulai dibukanya sejumlah sektor ekonomi. Di sisi lain, dari sisi suplai justru belum mampu memenuhi permintaan tersebut.
"Secara umum kita perkirakan ganggaun ini (pasokan) sifatnya sementara karena ini merupakan pent-up demand (permintaan terpendam)," kata Destry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI edisi November, Jumat (19/11).
Destry mengatakan butuh waktu dari sisi pasokan untuk menyeimbangkan lonjakan permintaan. Kondisi ini yang kemudian mendorong kenaikan harga-harga di sejumlah negara beberapa bulan terakhir, terutama di Amerika Serikat (AS).
"Ini jadi pelajaran yang tentu akan kita waspadai karena kita lihat pemulihan sudah mulai terjadi, konsumsi juga mulai meningkat, sehingga dari sisi supplynya perlu penyeimbangan nantinya," kata Destry.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan hal serupa, gangguan dari sisi pasokan mendorong kenaikan harga, tetapi inflasi dipastikan hanya bersifat sementara. Masalah krisis energi yang juga jadi penyulut kenaikan harga diramal akan mulai mereda tahun depan.
"Dengan demikian tidak akan memberi tekanan yang terlampau besar ke pertumbuhan ekonomi," kata Doddy
Tidak cukup dua pejabat bank sentral tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo juga mencoba menenangkan pasar bahwa inflasi di tingkat konsumen masih akan rendah mendekati sasaran target 2%-4%.
Perry memastikan adanya lonjakan harga di tingkat produsen tidak akan menjalar ke inflasi harga konsumen. Terdapat tiga indikator yang mendukung asumsi tersebut. Pertama, ketersediaan penawaran agregat masih jauh memadai dibandingkan jumlah permintaan. Penawaran agregat merupakan ketersediaan dari sisi pasokan atau produksi nasional. Ketersediaan dinilai cukup untuk memenuhi permintaan yang mulai meningkat.
Kedua, stabilitas nilai tukar membantu menahan kenaikan yang signifikan pada harga-harga domestik. Perry mengatakan, nilai tukar rupiah masih stabil bahkan cenderung menguat saat terjadi booming harga komoditas global sejak beberpa bulan terakhir. Dengan demikian, kenaikan harga global tersebut tidak merembet ke dalam negeri.
Ketiga, eksepktasi inflasi masih terjaga. Perry mengatakan ekspektasi inflasi tersebut dapat dilihat dari survei ekspektasi konsumen yang dirilis BI, survei kegiatan dunia usaha yang menggambarkan inflasi di tingkat produsen, dan proyeksi para ekonom untuk mengukur inflasi di pasar keuangan.
"Keseluruhan dari tiga indikator ini menunjukan inflasi yang masih rendah," kata Perry dalam acara yang sama dengan Destry dan Dody.
Perry mengatakan IHK terpantau masih inflasi rendah, baik dari sisi inflasi secara keseluruhan maupun inflasi komponen inti. IHK pada bulan lalu secara keseluruhan mencatatkan inflasi 0,12% secara bulanan dan 1,66% secara tahunan. Sementara itu, capaian inflasi inti lebih rendah, yaitu hanya 0,07% secara bulanan dan 1,33% secara tahunan.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik melaporkan inflasi di tingkat produsen yang ditunjukkan oleh Indeks Harga Produsen (IHP) di tiga sektor utama yaitu pertanian, pertambangan dan industri pengolaha naik pada kuartal III 2021. IHP tiga sektor tersebut naik 1,87% dibandingkan kuartal sebelumnya, dan kenaikan 7,26% dibandingkan kuartal III 2020.