Nilai tukar rupiah terus melemah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kenaikan bunga acuan The Fed yang agresif. Bank Indonesia optimistis tekanan akan mereda pada tahun depan.
Terdapat beberapa pendorong penguatan rupiah pada tahun depan. "Ini didukung kondisi fundamental RI, current account deficit kita relatif kecil di 2022 ini dan juga 2023, cadangan devisa kita juga masih mencukupi dan prospek ekonomi yang tetap kuat untuk ekonomi domestik," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam rapat dengan Banggar DPR RI, Senin (27/6).
Di samping itu, bank sentral juga akan menempuh upaya kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai bekerjasanya mekanis pasar dan fundamental. Tujuannya untuk mendukung pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.
Pemerintah dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 menargetkan nilai tukar rupiah berada di rentang Rp 14.300-Rp 14.800 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, rupiah menguat ke Rp 14.797 per dolar AS di penutupan pasar spot sore ini. Kurs garuda menguat 51 poin dari posisi penutupan akhir pekan lalu seiring meredanya kekhawatiran inflasi.
"Pasar mungkin melihat bahwa kebijakan bank sentral dunia untuk menaikkan suku bunga acuan mungkin bisa mengendalikan inflasi dengan penurunan harga-harga komoditi belakangan ini. Jadi kekhawatiran pasar terhadap inflasi mereda," kata analis pasar uang Ariston Tjendra.
Sejumlah bank sentral negara maju mengumumkan kenaikan bunga acuannya seiring meningkatnya tekanan inflasi. Bank sentral AS, The Fed agresif menegrek bunga 75 bps, disusul bank sentral Swiss dan Inggris yang juga menaikkan bunga pada pertengahan bulan ini.
Langkah The Fed mengerek bunga ini yang kemudian membuat volatilitas di pasar meningkat dan menyebabkan rupiah melemah,. Dengan bunga acuan yang dinaikkan, kekhawatiran pasar kini meluas, yakni terhadap risiko resesi ekonomi di AS.
"Sehingga pelaku pasar condong untuk mencari safe heaven currency yaitu dolar AS," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto kepada Katadata.co.id, Jumat (17/6).
Namun, ia berharap pelemahan tersebut hanya bersifat sementara. Alasannya, pasar masih melihat ekonomi RI berkinerja positif. Pertumbuhan ekonomi kuartal I bisa tumbuh hingga 5% dan neraca perdagangan yang masih mencetak surplus selama 25 bulan beruntun.