Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ketimpangan pengeluaran masyarakat Indonesia semakin menurun tetapi belum pulih dari pandemi. Hal ini tercermin dari angka gini rasio pada September 2022 yang turun 0,003 poin dari enam bulan sebelumnya tetapi tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,381.
Meski angka rasio gini turun, angkanya masih di atas level sebelum pandemi yakni 0,380 pada September 2019. Nilai rasio gini berada di antara 0-1. Angka mendekati 1 menunjukkan ketimpangan yang semakin besar.
Perbaikan gini rasio terutama terlihat di pedesaan. Nilai rasio gini di pedesaan 0,313 poin, turun 0,001 poin dibandingkan periode Maret 2022 dan September 2021.
"Dibandingkan series sebelumnya, ketimpangan di pedesan sudah pulih di bawah level sebelum pandemi, sebesar 0,315 pada September 2019," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers secara daring, Senin (16/1).
Ketimpangan di perkotaan juga membaik tetapi belum pulih dari pandemi. Rasio gini September 2022 sebesar 0,402, turun 0,001 poin daripada Maret 2022 tetapi naik 0,004 poin dibandingkan September tahun sebelumnya. Nilai rasio gini tersebut juga masih 0,011 poin di atas level sebelum pandemi.
BPS juga mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2022 meningkat sekitar 200 ribu orang dibandingkan enam bulan sebelumnya menjadi 26,36 juta. Kenaikan tersebut seiring garis kemiskinan meningkat di tengah lonjakan inflasi akibat kenaikan harga BBM.
Penduduk miskin merupakan mereka yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan, yakni Rp 535.547 per orang/bulan pada September 2022. Jumlah penduduk miskin pada September 2022 juga masih jauh di atas level sebelum pandemi yakni 24,78 juta pada September 2019.
"Kenaikan harga BBM diiringi dengan dengan meningkatnya kemiskinan, terlihat dari kemiskinan pada September 2022 naik tipis 0,03 poin dari Maret 2022," kata Margo.
Kenaikan harga BBM pada September telah memicu kenaikan inflasi mencapai 5,95% secara tahunan pada bulan tersebut. Pemerintah saat itu menaikkan harga BBM subsidi Solar dan Pertalite serta non Subsidi, Pertamax di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia.