BI Naikkan Prospek Ekonomi Indonesia Tahun Ini Berkat Pelonggaran Cina
Bank Indonesia melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih tinggi daripada perkiraan sebelumnya seiring pembukaan kembali ekonomi Cina. Bank sentral juga merevisi ke atas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia sejalan dengan perkiraan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF).
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan bias ke atas di titik tengah 4,5%-5,3%, lebih tepatnya di kisaran 5,1%. Hal ini lebih optimistis dibandingkan perkiraan bulan lalu yang berada di titik tengah 4,5%-5,3% atau sekitar 4,9%.
"Hal ini didukung kinerja ekspor yang berpotensi akan lebih tinggi dari perkirakan semula didorong pengaruh positif perbaikan ekonomi Cina," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Kamis (16/2).
Tak hanya ekspor, Perry juga memperkirakan konsumsi masih bisa tumbuh tinggi tahun ini. Keputusan pemerintah mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak akhir tahun lalu diharapkan dapat meningkatkan mobilitas dan optimisme pelaku ekonomi.
Pertumbuhan investasi juga diperkirakan masih terjaga seiring prospek bisnis domestik yang membaik. Peningkatan aliran masuk penanaman modal asing (PMA) serta penyelesaian berbagai proyek strategis nasional (PSN) diharapkan dapat membantu pertumbuhan investasi.
Meski demikian, prospek pertumbuhan tahun ini tetap akan melambat dibandingkan tahun lalu yang tumbuh kuat hingga 5,3%. Pertumbuhan kuat tahun lalu tak lepas dari booming komoditas yang mendorong tingginya sumbangan ekspor di samping konsumsi dan investasi yang juga tumbuh kuat.
Optimisme BI terhadap prospek ekonomi domestik seiring dengan perekonomian global yang juga diperkirakan tumbuh lebih kuat tahun ini dari perkiraan sebelumnya 2,3%. Hal ini seiring optimisme terhadap pertumbuhan lebih baik di Cina.
Meski demikian, dua kawasan lainnya, Eropa dan Amerika Serikat masih menghadapi risiko perlambatan dari tahun lalu dan dibayangi risiko resesi yang masih tinggi.
Bank sentral juga melihat siklus pengetatan moneter di banyak negara maju kemungkinan sudah mendekati puncaknya. Namun, suku bunga tinggi masih akan bertahan sepanjang tahun.
Prospek berakhirnya pengetahuan moneter tersebut mendorong ketidakpastian di pasar keuangan global mereda. "Sehingga aliran modal global ke negara berkembang termasuk Indonesia meningkat, termasuk tekanan nilai tukar rupiah berkurang," kata Perry.
IMF dalam laporannya akhir bulan lalu merevisi ke atas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 2,9%, lebih tinggi 0,2 poin dari perkiraan Oktober lalu. Hal ini seiirng prospek perutmbuhan lebih cerah dari Cina.