Sri Mulyani: Risiko Gagal Bayar AS Tak Berpengaruh Signifikan ke RI
Amerika Serikat tengah menghadapi risiko gagal bayar lantaran belum ada titik temu terkait diskusi untuk menaikkan plafon utang. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan risio tersebut tidak berdampak signifikan terhadap Indonesia.
"Kalau kita lihat. pasar belum memberikan sinyal terhadap kemungkinan dinamika politik itu," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Senin (8/5).
Menurut dia, potensi gagal bayar utang AS merupakan dinamika politik. Amerika ssebenarnya bisa membayarkan semua tagihannya jika plafon utang Pemerintah AS dinaikkan tanpa syarat.
Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dipimpin Partai Republik pada bulan lalu telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan menaikkan plafon utang pemerintah sebesar US$31,4 triliun. Namun, RUU tersebut mencakup pemotongan pengeluaran besar-besaran selama dekade berikutnya yang ditentang oleh Presiden AS Joe Biden dan rekan-rekannya dari Partai Demokrat.
Sri Mulyani menuturkan potensi gagal bayar AS memang berisiko merambat ke pasar surat berharga negara (SBN). Namun, pasar SBN domestik saat ini masih menarik imbal hasil (yield) yang masih bagus yakni dibanding Desember 2022 menurun 50 basis poin (bps), sedangkan dibandingkan dengan akhir April 2023 menguat 9 bps.
Ia menjelaskan, prospek ekonomi Indonesia saat ini juga sangat bagus. Inflasi terjaga dan nilai tukar terus menguat. "Kondisi ini semuanya menjadi daya tarik yang cukup baik," katanya.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia juga memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan negara berkembang lainnya terkait aliran modal asing ke pasar SBN. Modal asing masuk di pasar SBN tercatat mencapai Rp65,76 triliun sejak awal tahun.
Persepsi risiko investasi Indonesia juga cukup baik, dengan Credit Default Swap (CDS) yang stabil dan tidak adanya persepsi terhadap risiko yang berhubungan dengan adanya masalah plafon utang di AS.