Bukan Tak Punya Uang, Ini Alasan BPDPKS Belum Bayar Utang Migor

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/YU
Pedagang menata minyak goreng bersubsidi Minyakita di Pasar Induk Rau kota Serang, Banten, Minggu (12/2/2023). Pedagang membatasi warga maksimal hanya bisa membeli 2 liter perorang dengan harga Rp15 ribu perliter atau diatas HET yang ditetapkan pemerintah Rp14 ribu perliter akibat terjadi kelangkaan.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
23/8/2023, 18.26 WIB

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengklaim sudah memiliki dana untuk membayar utang rafaksi minyak goreng yang ditagih olah asosiasi pengusaha ritel modern. Asosiasi sebelumnya mengklaim nilai utang pemerintah terkait migor mencapai Rp 344 miliar. 

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, pihaknya baru bisa membayarkannya setelah keluarnya hasil verifikasi dari Kemendagri terkait nilai tagihan tersebut meski sudah memiliki dana. Hal ini sejalan dengan Pemendag Nomor 3 tahun 2022. 

"Nah sampai saat ini kami belum menerima hasil verifikasinya jadi nggak bisa kita bayar karena belum ada hasil verifikasinya," kata dia saat ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (23/8).

Menurut dia, BPDPKS juga telah menanyakan langsung terkait kelanjutan hasil verifikasi tersebut mengingat Kemendag diketahui telah melakukan verifikasi data pada Mei lalu. 

"Yang jelas kalau sampai sekarang kalau ditanya ke pak Dirjen Perdagangan Dalam Negeri mengatakan itu (verifikasi) sudah disampaikan kepada pak menteri tapi pak menteri belum memberikan arahan, selalu begitu," ujarnya.

Kemendag menggandeng Sucofindo untuk verifikasi tagihan rafaksi minyak goreng yang diajukan oleh pengusaha ritel. Hasil verifikasi tersebut menunjukkan bahwa utang minyak goreng yang harus dibayar pemerintah hanya Rp 472 miliar.

Angka hasil verifikasi Sucofindo hanya sekitar setengah dari tagihan yang diklaim pengusaha ritel sebesar Rp 812 miliar. Oleh sebab itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, mengatakan Kemendag meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP untuk meninjau hasil verifikasi tersebut.

"Kami tunggu saja hasilnya, karena memang terdapat perbedaan angka," ujar Isy saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, pada Kamis (8/6).

Isy mengatakan, Kemendag sudah bertemu dengan BPKP untuk merencanakan tinjauan lebih lanjut terkait utang rafaksi minyak goreng . Kemendag akan membayar utang kepada produsen minyak goreng dan pelaku usaha ritel modern sesuai dengan hasil audit dari BPKP. 

Utang tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap (HET).

Reporter: Abdul Azis Said