BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga Acuan, Antisipasi Peningkatan Inflasi
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI mengungkapkan BI masih perlu menahan suku bunganya pada level saat ini 5,25%. Sebab, faktor eksternal terkini cenderung memiliki ketidakpastian yang tinggi.
“Dengan mulai berlakunya tarif dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump, risiko tekanan inflasi di beberapa bulan mendatang menjadi cukup nyata,” kata Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, Rabu (20/8).
Dia menjelaskan, keputusan Bank Indonesia untuk memotong suku bunga kebijakan pada Juli 2025 menandai pemangkasan suku bunga ketiga selama 2025. Lalu pemangkasan suku bunga lebih lanjut cenderung meningkatkan risiko naiknya inflasi dalam waktu dekat.
“Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur di Agustus 2025,” ujar Riefky.
Hal ini dilakukan sembari menjaga kewaspadaan terhadap kebutuhan intervensi dalam usaha stabilisasi nilai tukar rupiah. Khususnya di tengah potensi tekanan eksternal yang terus meningkat.
Inflasi Meningkat
Tak hanya dari sisi global, Riefky juga menyoroti inflasi Indonesia juga sedang mengalami akselerasi dalam beberapa bulan terakhir. Inflasi RI tercatat meningkat dari 1,60% secara tahunan pada Mei menjadi 2,37% pada Juli 2025.
“Level ini mulai mendekati titik tengah target inflasi Bank Indonesia,” ujar Riefky.
Fikri menjelaskan, kontributor utama naiknya inflasi bulan Juli 2025 dipengaruhi oleh disrupsi pasokan di beberapa komoditas pangan dan permintaan terhadap emas perhiasan. Dari sisi eksternal, angka inflasi dan pengangguran terkini di AS ditafsirkan oleh investor sebagai sinyal akan adanya pemotongan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat.
“Implikasinya, Indonesia mengalami arus masuk modal asing yang cukup signifikan di pasar obligasi dan pasar saham dalam beberapa minggu terakhir yang mencapai US$ 1,08 miliar dan mendorong penguatan rupiah hingga 1,04% secara bulanan dalam 30 hari terakhir,” kata Riefky.
Tetapi, mulai berlakunya tarif Trump berpotensi memicu tekanan inflasi di beberapa bulan mendatang. Jika BI menurunkan suku bunga, dikhawatirkan akan memperparah tekanan inflasi tersebut.
Sektor Riil Masih Tertatih
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia juga memproyeksikan hal yang sama. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal memproyeksikan BI masih akan menahan suku bunganya.
“Kemarin sudah turun tingkat suku bunganya, ini ada kemungkinan sekarang itu tetap karena melihat dari kondisinya ekonomi saat ini,” kata Faisal.
Terlebih, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 mencapai 5,12% secara tahunan. Namun menurut Faisal, secara fakta di lapangan masih banyak kondisi sektor riil masih tertatih.
Secara normatif, Faisal mengharapkan BI bisa memangkas suku bunganya kembali untuk untuk mendorong sektor riil. Namun, ia mengatakan BI tidak akan hanya mempertimbangkan hal itu saja.
“BI juga mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah. Jadi sebetulnya ada peluang menurut saya tetap, walaupun bisa juga ini turun 25 basis point,” ujar Faisal.