Tak hanya alam indah dan budaya yang khas, Sumatera Barat juga memiliki beragam kerajinan eksotis hasil tangan kreatif warganya yang menjadi magnet wisatawan. Satu di antaranya yakni kerajinan perak dari Nagari Koto Gadang di Kabupaten Agam.
Corak khas Suku Minangkabau menjadi pembeda dan daya tarik pada karya perajin Koto Gadang ini dibandingkan kerajinan perak di dua sentra lainnya, yakni Kotagede Yogyakarta dan Desa Celuk di Gianyar Bali.
Denyut industri kerajinan perak di Koto Gadang dimulai sejak masa kolonial Belanda karena kedekatannya dengan kawasan tambang mineral logam di Sumatera Barat. Masa kejayaannya berlangsung hingga awal 2000-an. Hampir setiap rumah di Koto Gadang menggantungkan penghidupannya dari kerajinan perak tersebut.
Namun beberapa kali krisis yang melanda Indonesia berdampak buruk bagi bisnis perak di tempat pahlawan Haji Agus Salim tersebut lahir. Jumlah perajin terus menyusut. Kondisi ini diperparah oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir dengan anjloknya jumlah wisatawan serta menurunnya daya beli masyarakat. Kini hanya tersisa 25 perajin dan pengusaha saja.
Fitri Haryanti menjadi salah satu pengusaha kerajinan perak yang masih bertahan. Dengan omzet yang menurun hingga 80 persen selama pandemi, dia bersama suaminya, Muhammad Iskandar, yang merupakan perajin terus mempertahankan bisnis yang telah dirintis sejak awal 2000-an tersebut.
Bagi pemilik tempat usaha Silver Cici tersebut, mempertahankan bisnis kerajinan perak ini tidak sebatas untuk mata pencaharian keluarga, juga untuk melestarikan warisan budaya leluhur Koto Gadang.
Titik cerah muncul seiring kondisi pandemi Covid-19 yang semakin membaik dan relaksasi aturan pengetatan kegiatan masyarakat. Meski agak lambat, permintaan pasar terhadap kerajinan perak milik Fitri mulai tumbuh. Tak hanya perhiasan dan aksesoris saja, kerajinan miniatur menjadi yang diminati seiring semakin membaiknya kunjungan wisata di Sumatera Barat.
Foto dan Teks : Aditya Pradana Putra