Pagi itu suara deru mesin jahit mengiringi kesibukan puluhan wanita berseragam biru yang tengah menyelesaikan pembuatan jaket. Beberapa di antaranya ada yang menjahit tas dan membatik. Sementara di bagian dapur sejumlah perempuan mengolah dan memasak beragam makanan.
Di ruangan lainnya, beberapa wanita melakukan praktik perawatan rambut dan kecantikan antar sesama rekannya. Begitulah gambaran kesibukan setiap hari warga binaan di bengkel kerja Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II-A Bulu, Semarang, Jawa Tengah.
Sebanyak 166 dari total 287 warga binaan lapas tersebut dilatih dan diberdayakan di bengkel kerja yang ada di tempat itu. Para wanita yang tersandung berbagai masalah hukum dan harus hidup di balik jeruji penjara mencoba untuk bangkit dan membangun kembali kepercayaan diri. Mereka menyusun harapan-harapan masa depan dengan membekali diri melalui sejumlah keterampilan.
Mereka dilatih membatik, menjahit, membordir, menyulam, menyablon, tata boga hingga perawatan kecantikan salon. Dengan harapan, setelah menyelesaikan masa hukumannya dan keluar dari penjara, mereka dapat hidup mandiri di tengah masyarakat dan menghilangkan stigma negatif sebagai mantan narapidana.
“Sebelumnya tidak terbayangkan ada kegiatan-kegiatan pelatihan keterampilan seperti ini. Saya sendiri selama menjalani hukuman berlatih membatik, dan hingga kini banyak pesanan yang datang melalui pihak lapas. Ketika nanti keluar dari sini, saya sudah punya rencana membuat usaha batik” ujar AT (42), salah satu warga binaan kasus narkoba. Ia menjalani hukuman penjara selama lima tahun.
Pada tahun 2022 ini merupakan tahun terakhir AT menjalani sisa hukuman. Meski statusnya sebagai narapidana, ia dan warga binaan lainnya mengerjakan pesanan dari pihak luar dan mendapatkan upah atau premi.
Menurut Kepala Sub Seksi Bimbingan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II-A Bulu Semarang, Munarita, saat ada warga binaan yang baru masuk mereka akan dites terlebih dahulu untuk mengetahui tentang minat, kemampuan, dan ketrampilannya. Kemudian, mereka akan menerima pelatihan selama sekitar dua minggu sesuai dengan minat dan kemampuannya. Dari hasıl pelatihan itu nanti baru diputuskan mereka akan ditempatkan di bagian mana.
Munarita mengatakan, kegiatan di bengkel kerja ini juga melibatkan pihak luar. Warga binaan mengerjakan pesanan yang datang dari luar seperti dari perusahaan garmen dan produsen tas. Khusus untuk batikdilakukan secara mandiri mulai dari proses produksi hingga pemasarannya. Produk yang dihasilkan kemudian dititipkan ke sejumlah toko, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta berbagai kegiatan pameran.
Foto dan teks: Aji Styawan
Editor : R Rekotomo