Awal April tahun 2016, Kampung Akuarium, Jakarta Utara, digusur pemerintah dengan alasan tanahnya tidak berizin. Sebanyak 231 rumah di kawasan ini diratakan dengan tanah. Ada sekitar 400 jiwa dari 90 keluarga diungsikan ke Rumah Susun (Rusun) Marunda dan Rusun Cakung.
Masih ada warga yang bertahan di Kampung Akuarium. Jumlahnya sekitar 45% dari total warga sebelum penggusuran. Mereka tinggal di atas reruntuhan rumah dengan mendirikan tenda berbahan terpal dan hasil sumbangan.
Penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat sepanjang 2016 telah terjadi 193 kasus penggusuran paksa. Jumlah korbannya mencapai 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha. Sebagian besar kasus-kasus penggusuran itu bertentangan dengan standar hak asasi manusi (HAM) tentang penggusuran.
Penelitian itu menemukan 71% kasus penggusuran hunian dan 84% kasus penggusuran unit usaha dilaksanakan secara sepihak tanpa musyawarah. Akibatnya, hanya 2% kasus penggusuran hunian dan 1,9% kasus penggusuran unit usaha yang memberikan solusi yang layak bagi warga terdampak.
Cerita foto ini menunjukkan pengalaman trauma anak-anak warga Kampung Akuarium yang masih bertahan pasca-penggusuran. Saya menemukan anak-anak di sana sangat ketakutan terhadap kamera dan orang asing.
Orang dewasa dan tokoh agama di sana menyebut psikologis anak-anak itu kemungkinan terdampak karena melihat langsung proses penggusuran. Ketika itu terjadi gesekan antara aparat kemanan dan warga yang mempertahnakan rumahnya.
Dampaknya sekarang, anak-anak itu mayoritas tertutup dan pemalu. Pola tidurnya berubah sejak penggusuran. Mereka kerap mengigau, berteriak ketakutan atau mimpi buruk
Saya hanya bisa membayangkan sulitnya hidup dalam ketakutan, kekesalan, dan ketidakpastian tempat tinggal. Situasi ini pernah saya rasakan ketika rumah menjadi sesuatu yang tidak pasti.
Kepemilikan atas tanah mungkin tak hanya berkaitan dengan harapan sebuah rumah dan rasa aman. Namun, kehadirannya menjadi cara untuk mengakui harkat dan martabat warga kota.
Foto cerita ini dikerjakan saat lokakarya fotografi KELANA, workshop fotografi kritis untuk menjelajahi relasi manusia dengan tanah. Kegiatan ini diampu oleh Arkademy Project berkolaborasi dengan World Resourches Institute Indonesia.