Dampak Penutupan Program Bahasa Indonesia di Berbagai Kampus Australia

123RF.com
Penulis: Melissa Crouch
23/4/2021, 07.00 WIB

Dalam kebijakan baru Australia tentang pendanaan pendidikan tinggi yang bernama “Paket Lulusan Siap Kerja” (Job-Ready Graduates Package), misalnya, mata kuliah bahasa dimasukkan sebagai prioritas pendidikan – meskipun tidak lagi didaftarkan secara spesifik sebagai “bahasa strategis nasional” seperti sebelumnya.

Perjanjian pendanaan melalui “Skema Hibah Persemakmuran” (Commonwealth Grant Scheme) milik pemerintah pusat juga mewajibkan universitas untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan menteri pendidikan Australia terkait rencana penutupan program bahasa.

Walau ada berbagai aturan tersebut, niat dari pemerintah Australia untuk mencegah penutupan program bahasa strategis sekaligus mempertahankan ikatan budaya dengan Indonesia nampaknya sangat minim.

Pada tahun ini, misalnya, Australia telah menyaksikan penutupan program bahasa Cina dan Jepang oleh Swinburne University of Technology di Melbourne. Kini, La Trobe University juga memutuskan menutup program bahasa Indonesia mereka, menyusul keputusan serupa dari Western Sydney University.

Untungnya, Murdoch University telah menunda penutupan program bahasa Indonesia mereka.

Murdoch University berharap tingginya permintaan pengajaran bahasa Indonesia di berbagai sekolah di Australia Barat - di mana jumlah mata pelajaran tersebut tumbuh pesat berkat dukungan pemerintah negara bagian - pada akhirnya akan mendorong siswa untuk tertarik belajar bahasa Indonesia saat mereka kuliah.

Membangun Relasi Australia-Indonesia Bukanlah Hal yang Rumit

Saat ini, pemerintah Australia sedang mengadakan konsultasi dengan ahli pendidikan, mahasiswa, dan universitas untuk merumuskan strategi pendidikan internasional mereka yang baru.

Diskusi yang tengah berjalan menunjukkan adanya kebutuhan bagi universitas untuk tidak hanya membuat mahasiswa mereka lebih beragam, tapi juga menawarkan pengalaman belajar yang “khas Australia”.

Bagian dari pengalaman khas ini, misalnya, adalah kedekatan Australia dengan Indonesia. Ini memberikan peluang bagi mahasiswa Australia untuk bisa secara kritis mempelajari berbagai isu yang penting bagi kawasan Indo-Pasifik.

Universitas tidak semestinya menggunakan pandemi sebagai alasan untuk menutup program bahasa Indonesia mereka – pendaftar program tersebut tentunya akan memiliki jumlah yang lebih sedikit ketimbang, misalnya, mata kuliah wajib tahun pertama yang diajarkan dalam kelompok yang besar.

Bahkan, program bahasa di Swinburne University memiliki jumlah pendaftar yang sangat banyak, yang berarti penutupan program mereka tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemampuan finansial.

Sebaliknya, manajemen kampus mereka mengindikasikan adanya rencana memprioritaskan mata kuliah sains dan teknologi. Namun, seharusnya mereka bisa melakukan ini tanpa mengorbankan program bahasa dan budaya.

Membangun hubungan yang kuat dengan Indonesia bukanlah hal yang rumit. Aspek penting dalam membangun relasi erat dengan negara lain adalah kemampuan warga Australia untuk memahami dan berinteraksi dengan bahasa maupun budaya masyarakat tersebut.

Ketika universitas Australia menutup program bahasa mereka, artinya mereka mengabaikan peran kelembagaan mereka yang krusial dalam mempromosikan ikatan kuat dengan Indonesia. Di masa depan, ini bisa melukai hubungan Australia-Indonesia.

https://theconversation.com/maraknya-penutupan-program-bahasa-indonesia-di-berbagai-kampus-australia-akan-lemahkan-hubungan-kedua-negara-159440

Halaman:
Melissa Crouch
Professor and Associate Dean Research, Faculty of Law & Justice; Vice-President, Asian Studies Association of Australia, UNSW

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.