Tempo hari saya diundang di acara Talk Show Rosi di Kompas TV beserta para narasumber hebat untuk membicarakan tentang Vaksin AstraZeneca. Sebenarnya banyak yang ingin disampaikan, tetapi tidak sempat karena harus berbagi waktu yang pendek.
Kematian tiga orang pasca-vaksinasi dengan Vaksin AstraZeneca memang menyisakan rasa takut pada sebagian masyarakat. Menurut penjelasan Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Prof Hindra Irwan Satari, dua dari tiga orang yang meninggal itu dipastikan tidak berhubungan dengan vaksin.
Satu orang terinfeksi Covid-19 dan yang satu mengalami radang paru. Sedangkan satu yang lainnya masih perlu diinvestigasi mendalam mengenai kausalitasnya dengan vaksin AstraZeneca, dan bahkan akan diotopsi pada hari Senin tgl 24 Mei mendatang.
Banyak pertanyaan yang datang terkait dengan keamanan vaksin AstraZeneca, salah satunya terkait dengan berita bahwa vaksin ini dapat menyebabkan pembekuan darah, yang bisa berakibat fatal yaitu kematian.
1. Benarkah Vaksin AstraZeneca dapat menyebabkan pembekuan darah?
Jawabannya adalah, dari hasil evaluasi European Medicines Agency (EMA), sejauh ini memang dijumpai ada hubungan kuat antara kejadian pembekuan darah dan penggunaan vaksin AstraZeneca. Tetapi, kejadiannya sangat jarang.
Sampai 5 Mei 2021, di Eropa ada laporan kejadian pembekuan darah akibat vaksin ini sebanyak 262 kasus, dengan 51 di antaranya meninggal, dari penggunaan 30 juta dosis vaksin. Jika dihitung, prosentase kejadiannya sangat kecil.
Karena itu EMA, semacam BPOM-nya Eropa, menilai bahwa kalaupun vaksin ini menyebabkan reaksi pembekuan darah, manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya. Sehingga, vaksin ini tetap boleh diberikan.
2. Apa penyebab pembekuan darah oleh Vaksin AstraZeneca?
Mekanisme yang pasti masih dipelajari. Seorang peneliti Jerman, Greinacher, menduga bahwa reaksi pembekuan darah yang jarang ini berkaitan dengan platform vaksinnya, yaitu viral vector dengan adenovirus.
Memang belum bisa dipastikan, tetapi penelitian sebelumnya menggunakan platform adenovirus ternyata menghasilkan reaksi yang sama, yaitu aktivasi platelet yang menyebabkan pembekuan darah. Dan reaksi yang sama ternyata juga dijumpai pada penggunaan Vaksin Johnson and Johnson yang menggunakan platform yang sama, yaitu adenovirus. Penggunaan Vaksin Johnson & Johnson sempat dihentikan di Amerika dan setelah dievaluasi bisa digunakan kembali.
Diduga ada reaksi imun yang berlebihan terhadap vaksin yang berasal dari adenovirus, ketika vaksin tersebut berikatan dengan platelet, kemudian memicu serangkaian reaksi imun yang menyebabkan pembekuan darah. Reaksi ini sebenarnya bisa membaik sendiri, tetapi ada yang bisa berakibat fatal.
Reaksi semacam ini mirip dengan reaksi yang dijumpai pada pasien yang sensitif terhadap heparin, suatu obat pengencer darah. Alih-alih mengencerkan darah, malah yang terjadi darahnya membeku. Reaksi ini disebut heparin-induced thrombocytopenia and thrombosis (HITT or HIT type 2).
Mungkin analoginya adalah reaksi syok anafilaksis akibat pemberian antibiotik golongan penisilin, yang jarang terjadi, dan tidak selalu bisa diprediksi. Hal itu bisa ditelusuri sumbernya di sini: https://www.webmd.com/vaccines/covid-19-vaccine/news/20210422/scientists-find-how-astrazeneca-vaccine-causes-clots?fbclid=IwAR2DJu9CsyWeGwyiu959MuHQ5AxUxyUENWCsRnazys1WTbRxcAqcoLMUSkI
3. Apa gejala-gejala terjadinya pembekuan darah yang harus diwaspadai?
Pembekuan darah yang terjadi akibat Vaksin AstraZeneca kebanyakan dijumpai pada pembuluh darah di daerah kepala, yang disebut cerebral venous sinus thrombosis (CVST). Gejala-gejalanya yakni sakit kepala yang hebat, kadang disertai dengan gangguan penglihatan, mual, muntah, gangguan berbicara.
Bisa juga dijumpai nyeri dada, sesak nafas, pembengkakan pada kaki atau nyeri perut. Kadang dijumpai lebam di bawah kulit. Jika terdapat gejala-gejala demikian, segera saja mencari bantuan medis.
Di Eropa, reaksi umumnya terjadi 3- 14 hari setelah vaksinasi. Gejala-gejala semacam sakit kepala yang hebat dan tidak tertahankan juga sempat dialami oleh almarhum Trio, yang mungkin memang mengalami pembekuan darah. Namun demikian hal ini masih perlu dipastikan, karena kejadiannya sangat cepat.
Yang perlu dipahami, dari sekian ribu yang menerima vaksin AstraZeneca di Indonesia, hanya satu orang yang dilaporkan meninggal dengan dugaan tersebut. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut lebih dipengaruhi oleh reaksi individual subyek dibandingkan dengan kualitas vaksinnya.
Tindakan men-suspend vaksin dengan nomer batch CTMA457 merupakan upaya untuk menginvestigasi dan memberikan jawaban yang transparan terhadap kasus ini. Pertanyaan Rosi cukup menarik yaitu mengapa yang di-suspend sementara hanya batch tersebut dan tidak semuanya?
Sebenarnya itu memang prosedur jika terjadi KIPI yang fatal untuk menginvestigasi kemungkinan ada faktor dari vaksin terhadap kasus kematian tersebut. Mungkin bisa dianalogikan dengan ketika terjadi kecelakaan pesawat, tentu yang diinvestigasi adalah pesawat yang mengalami kecelakaan, dan tidak harus menghentikan semua penerbangan sementara banyak yang membutuhkan.
4. Siapa saja yang berisiko mengalami?
Yang menarik dari kasus pembekuan darah yang terjadi pada penggunaan vaksin ini di Eropa, sebagian besar terjadi pada usia muda. Mereka di bawah 40 tahun, bahkan di bawah 30-an tahun, dan kebanyakan adalah wanita.
Karena itu, di Inggris, badan otoritas setempat merekomendasikan bagi mereka yang berusia di bawah 40 tahun untuk menggunakan vaksin selain AstraZeneca. Namun demikian, jika sudah menggunakan vaksin AstraZeneca pada suntikan pertama dan tidak mengalami masalah apapun, disarankan untuk meneruskan suntikan kedua dengan vaksin tersebut.
5. Bagaimana dengan orang-orang yang memiliki riwayat pembekuan darah? Apakah boleh menggunakan vaksin AstraZeneca?
Sebenarnya belum ada bukti bahwa orang-orang dengan riwayat pembekuan darah (deep vein thrombosis, stroke, jantung iskemi) berisiko mengalami pembekuan darah akibat vaksin. Yang lebih berisiko justru mereka yang pernah mengalami heparin-induced thrombocytopenia and thrombosis (HITT or HIT type 2).
Namun kejadian ini pun sangat jarang. Walau demikian, untuk kehati-hatian, ada baiknya mereka yang punya riwayat pembekuan darah tidak menggunakan vaksin jenis ini.
6. Bagaimana saran untuk selanjutnya?
Masyarakat tidak perlu kuatir dengan Vaksin AstraZeneca. Kejadian ikutan pasca-imunisasi secara umum bersifat ringan sampai sedang dan bersifat individual. Dan adanya KIPI juga menunjukkan bahwa vaksinnya sedang bekerja.
Namun jika ada KIPI yang dirasa berat, segera saja dilaporkan kepada kontak yang sudah diberikan untuk bisa segera mendapatkan penanganan. Pastikan Anda dalam keadaan sehat ketika akan vaksinasi. Dan selalu memohon kepada Sang Pencipta untuk diberikan hasil yang terbaik.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.