Dari Pandemi Menjadi Epidemi, Menebak Masa Depan Covid-19 di Indonesia

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) kepada ibu hamil sebelum dilakukan penyuntikkan vaksin COVID-19 di RSUP Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (19/8/2021). Vaksinasi COVID-19 dosis kesatu bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 13 minggu hingga 33 minggu tersebut menargetkan 20.000 penerima vaksin sampai Oktober 2021. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Penulis: Trevino Pakasi
Editor: Sorta Tobing
8/9/2021, 12.21 WIB

Langkah serupa kini dilakukan oleh pemerintah walau belum ketat. Sebagai tambahan untuk pengendalian Covid-19, pemerintah harus memperkuat dokter dan tim dengan peralatan diagnosis dan pemantauan jarak jauh untuk pengendalian virus corona.

Dokter layanan primer perlu mengerti tentang telemedicine dan teleconsultation sebagai salah satu metode observasi pasien isolasi mandiri. Dalam hal ini, fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta yang membantu pengawasan isoman juga harus didanai pemerintah.

Peta jalan pasien dan keluarga hadapi COVID-19

Jika pemerintah mengarah pada kebijakan menjadikan daerah epidemi Covid-19, maka pendidikan literasi masyarakat harus ditingkatkan. Pendidikan masyarakat dapat dititipkan melalui Puskesmas atau masuk ke kurikulum sekolah, mulai dari PAUD sampai pendidikan dasar 9 tahun tercapai. Kurikulumnya disajikan dalam bentuk kreatif dan tujuannya lebih kepada mencegah penyakit, bukan hanya Covid-19.

Masyarakat harus makin mengerti perjalanan penyakit Covid-19 sehingga mau mencegah dengan menjalankan protokol kesehatan secara berdisiplin dan bersedia divaksinasi. Masyarakat juga harus memperbaiki faktor risiko penularan dari ruangan tertutup dengan perbaikan ventilasi.

Sebagai benteng pertahanan terakhir, masyarakat harus bersedia diperiksa dan ditangani oleh dokter jika mereka sakit serta diisolasi, atau dirujuk ke rumah sakit.

Pandemi di Indonesia: eradikasi atau eliminasi

Eradikasi adalah pembasmian penyakit selamanya (permanen) atau penyakit benar-benar musnah, sedangkan eliminasi merupakan pembasmian penyakit tapi tidak hilang permanen dari muka bumi.

Mengapa ada pandemi penyakit yang berhasil dieradikasi namun ada yang hanya bisa dieliminasi, lalu menjadi endemis di suatu wilayah? Perbedaan ini tergantung pada karakteristik agen penyebabnya serta faktor lingkungan pendukungnya, dan juga faktor imunitas tubuh manusia.

Cacar atau variola adalah contoh keberhasilan eradikasi, karena virus ini tidak bermutasi seperti virus influenza dan virus corona. Penemuan vaksin cacar dan peningkatan cakupan vaksinasi otomatis meningkatkan imunitas umat manusia terhadap cacar. Eradikasi pun berhasil setelah lebih dari satu abad program vaksinasi dijalankan di dunia.

Malaria berhasil dieliminasi di banyak wilayah dan terkontrol menjadi endemis di wilayah lainnya setelah ratusan tahun menyebar di berbagai belahan bumi. Malaria belum bisa dieradikasi. Sampai saat ini belum ada vaksin malaria yang bisa meningkatkan imunitas umat manusia.

Di sisi lain, malaria menular melalui nyamuk, yang tidak bisa dibasmi, karena ada dalam rantai makanan. Bila nyamuk dibasmi secara konsep ekologis akan terjadi gangguan keseimbangan alam.

Pandemi HIV adalah contoh pandemi yang masih tetap berlangsung setelah empat dekade. HIV akan sulit dieradikasi karena yang diserang justru sistem imun manusia itu sendiri.

Influenza adalah pandemi oleh virus yang sulit dieradikasi karena karakteristik virusnya dan muncul setiap 20 tahun. Influenza menyerang saluran napas dengan gejala sama seperti Covid-19. Namun, influenza dapat dikenali sehingga bisa diobati dan dicegah penyebarannya.

Pandemi corona yang berhasil dieliminasi adalah SARS dengan cara memutuskan rantai penularan. Pasien SARS dapat dikenali secara klinis dan langsung ditangani, sehingga penyebarannya bisa dikendalikan dengan cara isolasi atau karantina. Sedangkan saudaranya MERS-CoV masih terus berlangsung dengan beberapa kali puncak penularan namun makin lama makin berkurang kasusnya.

Infeksi SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, berbeda karakteristiknya. Virus ini dapat menyebar pada orang sebelum timbul gejala. SARS-CoV-2 cepat menular melalui udara, dan lebih berbahaya karena bisa menyebar ke organ-organ tubuh lainnya dibandingkan influenza. Perlu diingat bahwa SARS-CoV-2 dapat menghindar dari sistem imun tubuh.

Hal-hal di atas yang menyebabkan banyak ilmuwan berpikir masa depan SARS-CoV-2 adalah menjadi epidemi di berbagai regio di dunia. Pemerintah Indonesia tampaknya juga sedang berpikir ke arah sana dan dengan demikian mayoritas infrastruktur kesehatan harus segera dibenahi untuk siap menghadapi epidemi dan endemi.

Halaman:
Trevino Pakasi
Dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.