Perkembangan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2022 mencapai 5,89 juta orang, naik dari tahun sebelumnya sebesar 5,47 juta orang. Hampir 10% kunjungan itu dilakukan di Bali yaitu sebanyak 481.646 orang.
Di Provinsi Bali, daerah tujuan wisata telah bertumbuh dari 270 daerah pada 2013 menjadi 482 daerah pada 2023. Hampir 42% dari daerah tujuan wisata itu adalah desa wisata.
Pengembangan desa wisata dan destinasi lain membawa nilai tambah dengan banyaknya pramuwisata (tour guide), tercatat pada tahun 2023 sebanyak 12.345 orang atau bertumbuh hampir 50% dari tahun 2013 yaitu 8.334 orang. Demikian pula, untuk event organizer (EO) kunjungan wisata telah tumbuh hampir 100% pada tahun 2023 yaitu 689 EO dari sebelumnya pada dekade sebelumnya tahun 2013 yaitu 377 EO.
Pendekatan Desa Wisata pada satu dekade ini sudah memberikan warna dalam pariwisata alam. Masyarakat desa memperoleh nilai tambah, seperti pengembangan ekonomi wilayah yang ditunjang dari perputaran uang para wisatawan.
Bentuk penerimaan dari jasa pramuwisata, penyediaan makanan dan minuman, homestay, transportasi dan sarana prasarana wisata. Konsep interkoneksi potensi Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di kawasan perdesaan belum menjadikan episentrum pembangunan perwilayahan pariwisata alam daerah.
Oleh karena itu, gagasan pendekatan integrated area development (IAD) yang holistik terintegrasi dengan tema wisata alam dalam rangkaian interkoneksi objek daya tarik wisata alam (ODTWA) perdesaan dan dirangkaikan dalam spatial paket wisata sedang dilaksanakan di Kabupaten Buleleng, Bali untuk menggandakan efek nilai tambah.
Pada 16 Juli 2024, di tengah sejuknya hutan desa di Wanagiri Buleleng, seorang tokoh Bumdes, I Made Darsana antusias bercerita bagaimana dia berhasil menggerakkan wisata alam di Buleleng yang semula lesu menjadi bergairah.
Hutan desa Wanagiri terletak di dataran tinggi pegunungan yang terdapat banyak mata air dalam bentuk air terjun yang mengalir ke dataran rendah hingga ke laut. Pada 2010, Made pusing. Walaupun pemerintah telah memberikan pencadangan hutan desa namun tidak pernah terwujud perizinannya untuk pengembangan wisata alam.
Pada 2018, dengan didorong pendamping kesatuan pemangkuan hutan, Hesti Sagiri, serta Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan saat itu, Bambang Supriyanto, akhirnya izin perhutanan sosial terbit. Dengan izin itu, Made menggerakkan kelompok tani hutan yang dipimpin sepasang suami istri yang menemukan air terjun yang berpotensi menjadi objek daya tarik wisata di desa tersebut.
Lokasi air terjun itu ada di jurang dalam. Tidak ada akses tapi sungguh menarik karena air terjun itu seperti dalam cerobong bertahtakan sumber air mengalir. Apalagi, lokasi itu ditutupi hutan lindung beralaskan hamparan perkebunan kopi arabika.
Meskipun lokasi air terjun itu tidak jauh dari Danau Kintamani, belum ada akses yang bisa mengarahkan pengunjung ke sana. Atas inisiatif bersama, dibuatlah jalan desa dengan dana desa dan upaya swadaya. Setelah jalan selesai, pengunjung tak kunjung tiba.
Made menyemangati kelompok wanita tani yang dipimpin Nyoman Budiani (Aniek) untuk membantu pemasaran. Strategi yang dipilih adalah promosi dengan cara yang mudah dan murah tapi menguntungkan pengunjung yang datang.
Gagasan itu dituangkan dalam bentuk paket wisata dua puluh ribu rupiah - untuk tiket masuk, tapi mereka dapat paket makan siang dan minum gratis. Alhasil, lambat laun pengunjung membeludak. Air terjun Banyu Male yang merupakan permata tersembunyi (hidden gem), mendapat berkah karena mereka yang datang terpuaskan.
Pengunjung bisa menikmati objek yang sangat fantastis, dengan pengalaman mendaki 1.000 tangga alam di sekeliling hamparan hutan yang hijau. Pemandangan kopi yang merona di musim panen menambah keasrian. Jepretan foto pengunjung banyak menghiasi dunia maya. Objek wisata ini pun viral.
Kini, biro-biro perjalanan wisata membawa puluhan pengunjung telah datang ke tempat ini. Setiap hari, jumlah pengunjung objek wisata ini antara 150-200 pengunjung. Bahkan, pada hari Minggu jumlah pengunjung meningkat menjadi 250-300 pengunjung. Dengan tiket masuk seharga Rp 50 ribu, masyarakat menerima pendapatan hingga miliaran rupiah.
Itu baru dari tiket, adakah pendapatan yang lain? Atraksi menawan Banyu Male, dapat memberikan pengalaman bagi pengunjung jika mereka dapat pengetahuan baru. Jasa interpretasi dengan bayaran tertentu mampu menjelaskan kepada pengunjung mengenai hutan yang mereka lihat, bagaimana kopi membantu masyarakat, dan manfaat air bagi masyarakat hilir. Paket atraksi petik kopi dengan berbagai cita rasanya menjadi pelengkap destinasi ini.
Inovasi pun terus berlanjut. Masyarakat desa dengan bantuan pendamping, Putu Indah Rahmati (Indah), profesor lulusan Melbourne, mengembangkan jalur adventure dengan all-terrain vehicle (ATV) untuk mengantarkan pengunjung yang tidak dapat berjalan dengan tangga trekking. Pendapatan masyarakat desa pun berkembang hingga puluhan miliar rupiah dengan inovasi ini.
Pengembangan Wilayah yang Terintegrasi
Lalu, apa hubungannya pengembangan wisata alam di Wanagiri yang telah berhasil itu dengan konsep nilai tambah berbasis pengalaman lapangan? Dengan konsep tersebut, wisata alam yang ada berpotensi dikembangkan sehingga nilai tambahnya bertumbuh dua kali lipat.
Integrated area development (IAD) atau pengembangan wilayah yang terintegrasi, dengan konsep pendekatan interkoneksi destinasi objek dengan objek yang lain dalam hamparan landskap yang sama, menjadi jawaban yang tepat.
Dengan peran Indah sebagai motornya, master plan IAD Buleleng dengan delapan desa dari hulu hingga hilir telah ditanda-tangani Bupati Buleleng. Beruntungnya, lokasi hulu hilir itu berada di kabupaten yang sama. Yang terpenting adalah kesamaan tujuan, yaitu wisata alam yang tidak menggangu pemanfaatan air. Sebab, air sangat vital untuk acara keagamaan pada pura-pura yang pada umumnya ada di bukit-bukit tinggi.
Air juga memberikan manfaat untuk masyarakat di wilayah tengah dan hilir untuk menopang pertanian dan perkebunan serta untuk sumber air bersih. Nah, apa yang menjadi kunci suksesnya?
Areal di sekitar kawasan hutan di Kabupaten Buleleng memiliki potensi keindahan alam yang indah. Kondisi hutan berupa tegakan yang tetap terjaga serta cuaca pegunungan menjadi daya tarik tersendiri untuk pengembangan wisata.
Aksesibilitas yang cukup baik dan mudah untuk dijangkau dari Kota Buleleng menjadi salah satu keunggulan. Jalan di lokasi ini pun menjadi jalur alternatif menghubungkan Kabupaten Buleleng dengan Kabupaten Badung.
Pada areal IAD terdapat delapan titik potensi pengembangan ekowisata yaitu di kawasan Den Bukit. Pada lokasi ini akan dilakukan pengembangan sebagai berikut:
1. Sekolah Rotan di Desa Selat
2. Pembangunan Anjungan Hutan Desa Panji Anom
3. Pengembangan Ekowisata Desa Panji (anjungan di tengah Sawah)
4. Penataan Pancoran Kedu Desa Panji
5. Pembangunan Observation Deck dan Panggung Pertunjukan Alam Desa Panji
6. Pengembangan Air Terjun Pucuk Desa Sambangan
7. Pembangunan Homestay di Gatep Lawas Desa Ambengan
8. Pembangunan Sentral Camping Ground Raya Desa Ambengan
9. Pembangunan Wanasrama (Pasraman Pembelajaran Tumbuhan Upakara dan Kepanditaan) Desa Wanagiri.
Pertama, master plan ini disusun secara partisipatif dengan melibatkan para pihak. Antara lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif hingga Kementerian Desa dan Masyarakat Tertinggal. Kemudian, unsur pemerintah daerah dari provinsi, kabupaten, hingga delapan desa yang terlibat. Swasta dari pelaku atau asosiasi pariwisata alam hingga perusahaan-perusahaan besar seperti PLN, BRI dan lainnya juga terlibat dalam penyusunan master plan ini.
Menurut Elinor Ostrom, peraih Nobel dari Swedia, perencanaan partisipatif akan meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pendekatan partisipatif signifikan menunjukan dampak positif bagi perubahan perilaku masyarakat. Hal ini juga merupakan nilai tambah modal sosial yang pada dasarnya masyarakat buleleng khususnya 8 desa memiliki modal sosial yang kuat.
Kedua, master plan ini walaupun salah satu subjeknya adalah pengembangan pariwisata alam berbasis masyarakat namun forum para pihak mampu membangun common vision yaitu “Atas Nama Air”. Gerakan ini didorong oleh kebutuhan bersama atas air sehingga masyarakat membuat aksi bersama yang terdiri atas masyarakat di delapan desa terkait.
Alhasil, pengembangan wisata alam tetap melestarikan hutan lindung dan tanaman kopi yang terhampar. Membangun jalan sesuai dengan lingkungan alam dan minim beton. Ruang ruang kosong dalam area destinasi dijadikan sarana atraksi dengan program adopsi pohon. Pengunjung yang hadir ditawari menjadi bapak atau ibu angkat pohon yang ditanamnya. Mereka akan mendapatkan laporan perkembangan pohon itu melalui situs yang tersedia.
Dana hasil adopsi pohon dikelola masyarakat. Masyarakat berkewajiban memelihara pohon tersebut, jika mati maka akan disulam. Nilai tambahnya, hutan dapat Kembali pulih. Jenis tanaman yang ditanam adalah jenis yang disukai masyarakat berupa tanaman buah-buahan atau getah, sehingga masyarakat akan mendapat nilai tambah berupa harapan tambahan pendapatan di masa depan.
Ketiga, master plan ini juga mampu mengidentifikasi peran para pihak yang dikategorikan berdasarkan kekuatan dan pengaruh yang dimilikinya. Jika para pihak mempunyai pengaruh dan kekuatan yang kuat mereka akan terlibat langsung dalam pelaksanan IAD.
IAD memungkinkan kontribusi optimal dari berbagai pihak terkait dalm pencapaian tujuan bersama.Tidak mengherankan jika para pihak seperti KLHK telah membantu investasi untuk delapan desa dan 13 Kelompok Perhutanan Sosial dengan dana sebesar Rp 2,6 miliar untuk tujuan restorasi kawasan hutan lindung yang gundul dan membangun sarana ekonomi produktif.
PLN dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dengan dana Corporate Social Responsibility membantu masing-masing Rp 200 juta dan Rp 250 juta rupiah untuk pengembangan wisata alam di Wanagiri.
Keempat, master plan ini mampu menggambarkan rencana kegiatan, mengapa kegiatan ini harus dilakukan dan siapa saja pelaksananya, termasuk waktu dan cara-caranya. Yang terpenting, pendekatannya bukan hanya untuk pengembangan satu tujuan wisata tetapi interkoneksi beberapa tujuan wisata dalam delapan desa tersebut.
Manfaat Interkoneksi Wisata Alam
Pengembangan interkoneksi wisata alam dalam bentang landskap dapat memberikan manfaat ganda. Apalagi jika interkoneksi itu diramu dalam paket wisata yang terpadu pelaksanaannya.
Bagi pengunjung, mengambil paket wisata merupakan cara merencanakan liburan dengan mudah dan terencana. Pasalnya, pengunjung seringkali bingung Ketika liburan tiba. Dengan melihat promosi paket integrasi sesuai dengan keinginan, tentu akan sangat membantu.
Apalagi, jika paket itu menawarkan penjemputan dan jasa penginapan maka akan memudahkan estimasi waktu dan jumlah yang dikeluarkan. Liburan memuaskan dengan perencanaan dan pelayanan prima.
Bagi pengelola, reservasi pemesanan dengan jumlah orang tertentu melalui media elektronik akan memudahkan dalam pengelolaan pengunjung. Penyiapan jasa transportasi dari lokasi ke bandara atau terminal atau pelabuhan dengan kendaraan yang tepat sesuai pesanan dan kenyamanan yang ditawarkan. Bahkan, mereka bisa bekerjasama dengan biro travel setempat.
Pemesanan rencana perjalanan ini juga memungkinkan untuk memastikan jasa interpretasi pada setiap objek daya Tarik baik yang buatan maupun alam. Termasuk, kunjungan budaya berbasis masyarakat. Pengetahuan pemandu wisata harus mumpuni. Sebab, tujuan wisata yang diinginkan adalah wisata selain memuaskan dahaga kepuasan pengunjung juga keinginan membawa pengunjung pada gerbang pengetahuan terhadap objek wisata alam atau budaya yang dilihatnya.
Peran interpretasi terkait hubungan objek wisata dengan ilmu pengetahuan dan lingkugan sangat penting. Singkat kata, pengunjung Ketika pulang dari tempat ini, selain puas juga adanya perubahan ilmu pengetahuan sehingga dampaknya sangat baik untuk kecintaan pada lingkungan bahkan mereka mau untuk peduli dan mau melakukan konservasi sumber daya alam di mana pun. Contoh yang terjadi di IAD Buleleng, program adopsi pohon telah menghasilkan rehabilitasi dengan ratusan pohon dengan perawatan intensif dari masyarakat.
Masyarakat pun menerima titipan dana penanaman dan pemeliharaan selama tiga tahun. Di Wanagiri, Kelompok Wanita Tani (KWT) menawarkan paket wisata mengolah kopi. Pengunjung mendapat pengetahuan baru tentang kopi tetapi mereka juga dapat menikmati cita rasa yang tinggi dari kopi yang diolahnya.
Pengetahuan baru itu, membawa kesadaran kepada pengunjung bahwa di balik citra rasa kopi yang luar biasa, terdapat perjuangan para petani yang tak kenal lelah. Apalagi, kopi itu ditanam di antara pohon-pohon hutan lindung dalam hamparan landskap menuju air terjun Banyu Male.
Dengan pengetahuan itu, pengunjung dari benua Eropa akan terpuaskan, bahwa kopi yang selama ini dituduh menjadi penyebab deforestrasi dapat terbantahkan. European Union Deforestration Regulation menempatkan kopi menjadi salah satu dari tujuh komoditas penyebab deforestrasi.
Belum lagi, KWT ini membuat kampanye aksi bersih terhadap sampah di sekitar objek wisata. Bahkan, mereka mengolah sampah untuk hal yang produktif. Sampah organik diolah menjadi pupuk. Sampah anorganik dimanfaatkan untuk kerajinan dan bahan daur ulang. KWT pada Banjar Wanagiri inipun menjadi contoh untuk berkembangnya tiga KWT lainnya.
Nilai tambah yang lain bagi pengelola, dengan pesanan paket wisata ini juga dapat dihubungkan tempat menginap sesuai pesanan. Integrasi paket hotel berbintang milik swasta dengan homestay masyarakat sesuai dengan jadwal kunjungan.
Biasanya, pada hari pertama pengunjung masih capek dari perjalanan panjang sehingga dapat diinapkan pada hotel berbintang. Hari kedua hingga perjalanan berakhir, pengunjung dapat menggunakan glamping dan homestay dengan tawaran menu kuliner lokal.
Dengan pengembangan paket wisata lima hari empat malam dengan harga Rp 3,5 juta, semua sektor bertumbuh. Hal ini membawa dampak baik untuk lingkungan IAD Atas Nama Air pada khususnya dan kesadaran lingkungan paska kunjungan pada umumnya.
Prasyarat Pengembangan Wilayah Terintegrasi
Pengembangan IAD tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat desa saja. Interkoneksi membutuhkan objek daya tarik yang akan dihubungkan dengan hal-hal lain yang akan menjadi penghubungnya. Setelah terhubung, apa yang menjadi prasyarat objek daya tarik itu dapat dipasarkan dan bagaimana pengelolaannya untuk keberlanjutan dalam kepuasan pengunjung. Mari kita kupas satu persatu.
1. Atraksi, tanpa atraksi pengunjung tidak datang. Atraksi itu harus unik. Bisa atraksi berbasis alam apakah itu gejala alam seperti letupan-letupan air panas, air terjun dalam cerobong alam Banyu Male, warna sublimasi gas bumi seperti blue fire di Gunung Ijen ataupun pemandangan alam dalam bentuk landskap hutan lindung, danau-danau ataupun jalan trekking dengan pemandangan menawan. Budaya kesenian lokal seperti tari-tarian, ketoprak, seni memproses kopi, berpetualang dengan kuda atau sepeda dapat dikategorikan sebagai atraksi budaya atau buatan.
2. Aksebilitas, jalan penghubung menjadi sangat penting. Dari objek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) ke bandara, pelabuhan laut atau terminal, termasuk tempat wisatawan yang telah berkembang dan jenuh pasarnya. Penting untuk memberikan informasi jarak tempuh yang dihubungkan dengan kelancaran lalu lintasnya. Jika melintasi jalan tradional yang belum beraspal juga perlu disampaikan mengapa jalannya masih tradisional. Misalnya, kerena melewati kawasan konservasi tempat kehidupan liar, pengunjung diminta memelankan kendaraan agar dapat melihat perilaku satwa dan keindahan alam.
3. Akomodasi, dengan paket lima hari dan empat malam dalam ODTWA yang berdekatan yang direkat dalam IAD dapat ditawarkan paket menginap dalam bentuk hotel berbintang yang dikelola swasta maupun paket homestay yang dikelola masyarakat.
Jika pengunjung menginap di lokasi dekat ODTWA mereka akan membutuhkan makanan dan minuman, transportasi lokal, dan hiburan-hiburan di sela-sela liburannya. Dengan akomodasi yang terkoneksi, maka ekonomi pewilayahan akan terdampak, dari lapangan pekerjaan, daya beli konsumsi hingga jasa-jasa transportasi.
4. Acceptance atau penerimaan masyarakat terhadap ODTWA yang dipasarkan. Dengan IAD dan usulan usulan ODTWA dari masyarakat, maka penerimaan produk wisata akan tinggi. Bahkan, dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku jasa pariwisata akan meningkatkan rasa memiliki yang tinggi. Alhasil, keberlanjutan usaha ini akan selalu dijaga.
Ini adalah nilai tambah yang sangat tinggi sebagai modal sosial. Pariwisata merupakan salah satu industri yang mengedepankan sapta pesona. Penerapan sapta pesona pada ODTWA akan menciptakan citra yang baik. Begitupun harapan wisatawan terhadap ODTWA terpenuhi dengan penerapan pelayanan yang diberikan.
Konsep sapta pesona adalah konsep sadar wisata dengan dukungan peran serta masyarakat sebagai tuan rumah destinasi dalam rangka menciptkan lingkungan dan suasana yang kondusif. Unsur unsur yang termasuk dalam sapta pesona yaitu aman, tertib, sejuk, indah, ramah, dan kenangan.
Dengan penerapan IAD berbasis ODTWA dan budaya dalam desain interkoneksi yang dihubungkan dengan jalan dan ketersediaan kesiapan tempat penginapan akan membawa desain besar pemasaran berbasis ODTWA dan paket wisata yang dapat diintegrasikan. Strategi marketing dengan branding pada setiap ODTWA dengan pelayanan yang berorientasi pada nilai-nilai sapta pesona akan memberikan nilai tambah.
Pertama, branding akan menjadi pengingat. Branding dibuat mudah diingat dan sesuai dengan kenyataan. Misalkan IAD “Atas Nama Air” di air terjun dengan branding Banyu Mule, yang artinya air bermanfaat. Contoh lainnya, Wanagiri “Hidden Hill” dengan 24 panorama alam yang dapat tergambarkan dalam lensa kamera.
Nah, dengan media sosial dan pengunjung yang terpuaskan mereka akan memviralkan dengan cara mereka sendiri. Mereka akan menjadi duta duta pariwisata alam bagi masyarakat dan menjadi nilai tambah yang multi tambah.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.