Banjir Stimulus di Tengah Ancaman Resesi Akibat Virus Corona

123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi. IMF menyebut pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan berada di bawah tahun lalu sebesar 2,9%.
Penulis: Agustiyanti
9/3/2020, 09.05 WIB

Virus corona yang merebak menghapus harapan perbaikan kondisi ekonomi dunia pada tahun ini. Asian Development Bank (ADB) menghitung potensi kerugian ekonomi akibat wabah corona mencapai US$ 4.962 triliun dan meningkatkan kekhawatiran terjadi resesi global.

Direktur Pelaksana Dana Moneter IMF Kristalina Georgieva memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 akan berada di bawah tahun lalu. Padahal dua pekan sebelumnya, IMF menyebut dampak virus corona hanya akan memangkas 0,1% dari proyeksi pertumbuhan global sebelumnya.

"Pandangan itu berubah selama sepekan terakhir karena virus menyebar dengan cepat di luar Tiongkok ke lebih dari 70 negara," ujar Georgieva dikutip dari Reuters, Kamis (5/3).

Perubahan proyeksi tersebut turun lebih dari 0,4% dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 3,3%. IMF memproyeksikan ekonomi tahun lalu tumbuh 2,9%.

Ia tak menjawab saat ditanya apakah krisis kesehatan ini dapat mendorong dunia ke dalam resesi ekonomi. Menurut dia, seberapa besar penurunan ekonomi dan berapa lama berlangsung tergantung pada perkembangan epidemi tersebut.

(Baca: IMF Sediakan Pinjaman Cepat Rp 705 Triliun untuk Tangani Virus Corona)

Kepala Ekonom Bank Pembangunan Asia atau ADB Yasuyuki Sawada menyebut, ada banyak ketidakpastian terkait penyebaran tentang virus corona termasuk dampak ekonominya. Untuk itu dibutuhkan beberapa skenario untuk memberikan lebih jelas gambaran potensi kerugian akibat covid-19.

ADB pun membuat sejumlah skenario terkait kerugian yang dapat timbul akibat virus corona. Pada skenario dasar, virus ini diperkirakan menimbulkan kerugian sebesar US$ 77 miliar atau memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,1%. Lalu pada skenario moderat, kerugian dapat mencapai US$ 156 miliar dan memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2%.

Sementara pada skenario terburuk, kerugian dapat mencapai US$ 347 miliar dan memangkas pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 0,4%.

"Kami berharap analisis ini dapat mendukung pemerintah saat mereka mempersiapkan tanggapan yang jelas dan tegas untuk mengurangi dampak manusia dan ekonomi dari wabah ini, ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (6/3).

(Baca: Kerugian Ekonomi akibat Virus Corona Berpotensi Capai Rp 4.962 Triliun)

Sementara itu, Lembaga Pemeringkat Global S&P memproyeksi wabah virus corona yang menyebar cepat diseluruh dunia menimbulkan kerugian ekonomi mencapai US$ 211 miliar atau sekitar Rp 3.000 triliun. Ekonomi Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Australia disebut paling terdampak wabah itu.

S&P memangkas perkiraan pertumbuhan tahun ini untuk Tiongkok menjadi 4,8% dari perkiraan sebelumnya 5,7%. Pertumbuhan Australia diramal melambat tajam menjadi hanya 1,2% dari tahun lalu 2,2%. Sementara Jepang dan Korea Selatan akan terdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi masing-masing 0,5% dan 1%.

Dalam perkiraan lain, ekonomi Hong Kong kemungkinan akan berkontraksi sebesar -0,8% pada tahun 2020, Singapura akan datar, dan ekspansi Thailand kemungkinan melambat menjadi 1,6%.

S&P tidak memangkas perkiraan pertumbuhan untuk pasar negara berkembang di Indonesia, Malaysia, Filipina dan India, dengan alasan fakta bahwa infeksi yang dilaporkan di negara-negara tersebut masih rendah. Namun, prospek dapat berubah jika tingkat kasus yang rendah terjadi karena pengujian tak maksimal dan jika negara-negara itu tersapu penularan keuangan.

Melawan dengan Stimulus

Kekhawatiran dampak virus corona terhadap ekonomi membuat bank sentral di berbagai negara mengambil langkah pengamanan dengan mengguyur stimulus. Salah satunya, Bank Sentral AS, The Federal Reserve secara tiba-tiba memangkas bunga acuan sebesar 0,5%.

Meski sudah diduga pasar sebelumnya, keputusan yang diambil Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell menetapkan Fed Fund Rate menjadi di antara 1% hingga 1,25% justru membuat investor panik. Tiga indeks utama Wall Street pada hari yang sama ditutup anjlok 3%.

Ini merupakan pertama kalinya The Fed memangkas bunga di luar jadwal pertemuan rutin sejak krisis finansial 2008.  Pemangkasan ini juga merupakan yang terbesar seperti terlihat dalam databoks di bawah ini. 

Gubernur Fed Jerome Powell menegaskan bahwa ekonomi AS tetap kuat, tetapi penyebaran virus corona telah menyebabkan perubahan pada prospek pertumbuhan ekonomi.

Langkah The Fed langsung diikuti oleh Bank Sentral Kanada dan Otoritas Moneter Hong Kong yang memangkas bunga 0,5%. Bank Sentral Australia pada awal pekan lalu juga memangkas bunga acuan sebesar 0,5%.

Namun, langkah tersebut kemungkinan tak akan ditiru oleh Bank Sentral Eropa atau ECB dan Bank of Japang yang  kini memiliki tingkat bunga negatif.

Dikutip dari Reuters, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda  berjanji untuk memompa lebih banyak likuiditas ke pasar dan mempercepat pembelian aset untuk menenangkan pasar. Sementara sumber Reuters yang dekat dengan ECB mengatakan bank sentral tersebut tengah mencari cara agar dapat memberikan pinjaman dan likuiditas kepada perusahaan kecil dan menengah yang terkena dampak wabah virus corona.

Bank Indonesia pada bulan lalu telah menurunkan bunga acuan sebesar 0,25% menjadi 4,75% dan melonggarkan sejumlah kebijakan lainnya. Namun, pasar memperkirakan BI akan kembali meniru langkah The Fed memangkas bunga.

Berbeda dengan Krisis 2008 dan Ancaman Stagflation yang Mengintai, dapat dilihat di halaman berikut. 

Halaman: