Tumpukan Kredit Seret Terus Sandera Muamalat

Arief Kamaludin | Katadata
Kantor Bank Muamalat
25/11/2019, 11.42 WIB

Pukulan bertubi-tubi pembiayaan seret membuat Bank Muamalat terpojok. Bank syariah pertama di Indonesia tersebut memang telah lama mengalami masalah pelik pembiayaan seret. Akhir tahun lalu, rasio pembiayaan seret tercatat membaik, namun enam bulan berjalan, rasionya kembali melonjak.

Bila ditelusuri dari laporan keuangan, Bank Mumalat sudah bertahun-tahun terbelit pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar. Rasio pembiayaan bermasalah kotor (NPL gross) menembus 5% dari total pembiayaannya pada 2006. Tahun berikutnya, rasionya sempat turun, namun melonjak lagi ke atas 4% selama tiga tahun berturut-turut hingga 2012.

Rasio tersebut terbilang tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata NPF gross industri perbankan syariah yang berada level 2,26% pada 2012. Tingginya rasio NPF Bank Muamalat ini jadi tanda peringatan, lantaran sesuai ketentuan otoritas keuangan, batas aman rasio pembiayaan/kredit bermasalah bersih (NPF net) maksimal 5%. Bila tembus level itu, bank masuk pengawasan khusus.

(Baca: Babak Akhir Penyelamatan Bank Muamalat)

Tekanan berat semakin terbaca di tahun-tahun berikutnya. Perusahaan yang mencatatkan penurunan drastis NPF gross pada 2011 sampai 2013, melakukan penyajian kembali alias merevisi (restatement) laporan keuangannya. Penyajian kembali disebut karena penyesuaian PSAK alias standar akuntansi. Namun, kenaikan signifikan NPF tetap mengundang sorotan.

Bila dalam laporan keuangan 2013 yang belum direvisi, NPF gross tercatat hanya 1,35%, dan NPF net 0,78%. Setelah revisi, NPF gross tercatat jauh di atasnya. Secara rinci, NPF gross 2011 sampai 2013 berturut-turut 4,59%, 5,77%, dan 5,61%. Di sisi lain, NPF net berturut-turut 2,99%, 3,63%, dan 3,46%.

Tekanan semakin besar di dua tahun berikutnya. NPF gross mencapai 6,55% pada 2014, lalu mencapai 7,11% pada 2015. Sedangkan NPF net menembus level 4%. Kondisi ini menggerus modal lantaran perusahaan harus menutup kerugian. Rasio kecukupan modal (CAR) Bank Muamalat tercatat 12,36%. Sebelumnya, pada 2013, CAR Bank Muamalat menanjak menjadi 17,24% seiring penerbitan surat utang syariah.   

(Baca: Setor Dana Jaminan, Calon Investor Muamalat Masuk Tahap Penilaian OJK)

Tahun lalu, tiga tahun berlalu sejak lonjakan di 2015, Bank Mumalat membukukan perbaikan NPF gross dan net ke kisaran 2%. Namun, kondisi itu tak bertahan lama. Perusahaan tampak kembali terpukul oleh pembiayaan bermasalah. Per Juni 2019, NPF gross tercatat naik menjadi 5,41%, dengan NPF net 4,53%. Sedangkan CAR 12,01%.

Pembiayaan Bermasalah Menurut Sektor 2015 dan 2018

Sektor20152018Juni 2019*
PengangkutanRp 82,81 miliarRp 49,86
Listrik, gas, dan air--
Jasa usahaRp 192,44 miliarRp 169,6 juta
KonstruksiRp 132,11 miliarRp 20,36 miliar
PertambanganRp 50,40 miliar-
PerdaganganRp 186,68 miliarRp 29,72 miliar
IndustriRp 94,37 miliarRp 202,86 miliar 
Sosial/masyarakatRp 22,95 miliarRp 42,47 miliar
PertanianRp 30,62 miliarRp 578,26 juta
LainnyaRp 572,55 miliarRp 76,58 miliar
TotalRp 1,36 triliunRp 422,6 miliar
Rasio NPF7,46% dari total kredit2,63% dari total kredit5,41% dari total kredit

Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat (Diolah)

Catatan: *Laporan Keuangan lengkap belum dipublikasi

Ikut Terpukul Duniatex?

Bank Muamalat masuk dalam daftar kreditur yang memberikan fasilitas pembiayaan untuk grup perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Indonesia Duniatex. Adapun beberapa perusahaan dalam grup tersebut tengah mengalami masalah keuangan.

Berdasarkan data yang dihimpun Debtwire, Bank Muamalat memberikan revolving line facility sebesar Rp 125 miliar kepada Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex. Fasilitas tersebut jatuh tempo pada 19 April 2019 lalu.  

(Baca: Menimbang Prospek Bisnis Duniatex di Tengah Belitan Utang)

Katadata.co.id telah mencoba untuk menghubungi Direktur Utama Bank Mumalat Achmad K. Permana untuk memperoleh informasi tentang pembiayaan tersebut. Namun, hingga saat berita ini ditulis, belum ada jawaban. Adapun fasilitas tersebut dijamin dengan agunan berupa tanah yang tidak digunakan.

Selain Muamalat, ada sejumlah bank lainnya yang diketahui memberikan fasilitas pembiayaan untuk grup Duniatex, termasuk bank pelat merah Bank Mandiri. Belakangan, beberapa kreditur nonbank Duniatex mengajukan gugatan pailit atas beberapa anak usaha Duniatex.

(Baca: Kredit Mulai Bermasalah, Bank Mandiri Ingin Jual Jaminan Aset Duniatex)

Analis Nilai Bank Muamalat Salah Strategi

Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menilai permasalahan NPF Bank Muamalat terjadi karena salah strategi sejak awal. “Mereka terlalu besar exposure-nya ke corporate loan,” kata dia kepada katadata.co.id, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, kompetisi di sektor pembiayaan korporasi alias corporate loan sangat berat. Sebab, ini artinya, Bank Muamalat harus berhadapan dengan bank-bank bermodal besar yang sudah kuat di segmen tersebut, seperti Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia.

Semestinya, menurut dia, dengan demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, Bank Muamalat fokus ke segmen retail/UMKM seperti yang dijalankan oleh Bank Tabungan Pensiunan Syariah (BTPS). Sebab, kompetisi di segmen tersebut dinilai masih kurang.

Ia menambahkan, risiko di pembiayaan segmen retail/UMKM pun dinilai lebih rendah dibandingkan segmen korporasi. Sebab, debitur UMKM lebih disiplin dalam pembayaran. “Corporate loan itu harus punya prudent risk management team karena memang corporate loan lebih berisiko daripada UMKM loan,” ujarnya.

Atas dasar itu, ke depan, ia menyarankan agar Bank Muamalat mereformulasi startegi bisnisnya. Reformulasi bisa dilakukan setelah Bank Mumalat membereskan pembiayaan-pembiayaan bermasalahnya, di antaranya dengan melelang aset yang diagunkan debitur. “Muamalat harus memformulasi ulang strategi mereka. Jangan ke corporate loan lagi,” kata dia.

Bank Muamalat memang tercatat banyak mengalirkan pembiayaan ke segmen korporasi. Dalam laporan pengungkapan rasio kuantitatif per Juni 2019, perusahaan mencatat dari total tagihan yang sebesar Rp 54,46 triliun, nyaris setengahnya Rp 26,22 triliun merupakan tagihan ke korporasi. Sedangkan dari total tagihan ke korporasi, bagian yang dijamin dengan agunan hanya Rp 8,74 triliun.

Eksposur Neraca Bank Mumalat

Eksposur Neraca per Juni 2019Besaran TagihanBagian yang Dijamin dengan AgunanBagian yang Dijamin dengan Garansi/ Asuransi Kredit/LainnyaBagian yang Tidak Dijamin
Tagihan Kepada PemerintahRp 8,25 triliun--Rp 8,25 triliun
Tagihan kepada entitas sektor publikRp 211,36 miliarRp 5,1 miliar-Rp 206,26 miliar
Tagihan kepada bankRp 877,93 miliarRp 33,2 miliar-Rp 844,73 miliar
Pembiayaan Beragun Rumah TinggalRp 6,48 triliunRp 27,48 miliar-Rp 6,45 triliun
Pembiayaan Beragun Properti KomersialRp 70,86 miliarRp 513 juta-Rp 70,34 miliar
Pembiayaan Pegawai/PensiunanRp 36,18 miliarRp 4,85 miliar-Rp 31,3 miliar
Tagihan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Portofolio RitelRp 6,54 triliunRp 389,64 miliar-Rp 6,16 triliun
Tagihan kepada korporasiRp 26,22 triliunRp 8,74 triliun-Rp 17,48 triliun
Tagihan yang telah jatuh tempoRp 3 juta--Rp 3 juta
TotalRp 39,49 triliun

Sumber: laporan pengungkapan rasio kuantitatif Bank Muamalat