Pemerintah Tawari Swasta Aneka Pendanaan Kreatif Proyek Infrastruktur

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Perhubungan Budi Karya dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meninjau proyek pembangunan Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, 24 Februari 2017.
Editor: Yura Syahrul
23/8/2017, 06.00 WIB

Alokasi dana infrastruktur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar Rp 409 triliun atau 2,75% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Porsinya lebih rendah dibandingkan tahun ini yang mencapai 2,83% dari PDB. Sejalan dengan itu, pemerintah mulai gencar melibatkan pihak swasta untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur melalui model pendanaan kreatif (creative financing).

Model tersebut juga disinggung dalam RAPBN 2018. Ada tiga kebijakan utama anggaran yaitu kebijakan berkelanjutan dan efisiensi pembiayaan melalui pengendalian defisit dan rasio utang; defisit keseimbangan primer yang menurun; dan pengembangan creative financing.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, creative financing adalah pembiayaan yang tidak diambil dari anggaran negara (APBN). Jadi, meningkatkan peran swasta dalam proyek infrastruktur karena keterbatasan anggaran.

Pertama, yang lazim dikenal dari creative financing adalah skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership (PPP). Badan usaha yang dimaksud, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adapun, proyek infrastruktur yang dibangun bermanfaat untuk kepentingan umum berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Skema ini sebenarnya melanjutkan kerja sama pemerintah dengan swasta pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyon0, yang dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).

Skema KPBU dipayungi oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sebagian atau seluruh pendanaan KPBU dapat berasal dari badan usaha, dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

Beberapa lembaga dan kementerian memiliki wewenang masing-masing dalam KPBU. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas misalnya, bertindak sebagai koordinator KPBU. Sedangkan Kementerian Keuangan memberikan keputusan dukungan dan jaminan pemerintah.

Untuk mempercepat tahapan KPBU juga dibentuk lembaga pendukung, seperti Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diganti menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).

Selain itu, ada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang berperan mendampingi dan/atau pembiayaan kepada badan-badan, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang memberikan instrumen penjaminan pembangunan infrastruktur.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, proyek yang menggunakan skema KPBU diutamakan yang masuk daftar Proyek Infrastruktur Strategis Nasional seperti diatur Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016. Jalan tol Batang-Semarang adalah proyek pertama dengan skema KPBU yang mendapat penjaminan oleh pemerintah melalui PT PII.

Ada juga pemberian fasilitas Viability Gap Fund (VGF) dalam KPBU. Tujuannya untuk mengatasi ketidaklayakan proyek secara finansial karena biaya pembangunan atau konstruksi yang mahal sehingga tidak akan dapat dikembalikan sepenuhnya melalui tarif layanan infrastruktur tersebut.

Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan merupakan proyek sektor air minum pertama di Indonesia yang dilaksanakan menggunakan skema KPBU plus mendapatkan fasilitas VGF dari Kementerian Keuangan. Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat meresmikan proyek tersebut mengatakan, Umbulan menjadi contoh bahwa proyek yang rumit pun bisa diselesaikan dengan memperhatikan semua kepentingan.

Dalam rangka menarik minat investor, Kementerian Keuangan juga menyediakan fasilitas penyiapan proyek atau project development facility (PDF). Fasilitas PDF dilaksanakan oleh PT SMI untuk membantu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyiapkan dan melaksanakan transaksi pendanaan Proyek SPAM Umbulan.

Kedua, selain KPBU, ada pula skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). Bedanya, dalam KPBU masih ada suntikan dana pemerintah melalui APBN. Skema KPBU umumnya juga mendapatkan penjaminan, fasilitas VGF, dan dukungan PDF.

Berbeda dengan model PINA yang tidak melibatkan APBN dan semua fasilitas tersebut. Karena itu, proyek harus memberikan imbal hasil yang tinggi untuk menarik investasi swasta.

Proyek yang sedang berjalan dengan model ini adalah pembangunan 15 ruas jalan tol oleh PT Waskita Toll Road. Pembiayaannya oleh PT SMI dan PT Taspen dalam bentuk ekuitas kepada anak usaha PT Waskita Karya Tbk tersebut. Nilai ekuitas untuk memenuhi kebutuhan tahap awal sebesar Rp 3,5 triliun.

Ketiga, skema pendanaan berbasis pasar modal (market based ) dengan sekuritisasi aset. Head of Research Infovesta Utama Edbert Suryajaya menjelaskan, sekuritisasi aset pada dasarnya  mengkonversi pendapatan di masa depan dari suatu aset tetap menjadi surat berharga untuk mendapatkan dana proyek pembangunan di awal.

Yang saat sudah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah penerbitan kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) untuk proyek tol PT Jasa Marga Tbk dan proyek pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Ada juga mekanisme lain lewat penerbitan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT) oleh PT Danareksa Investment Management untuk proyek Bandara Kertajati di Jawa Barat.

Selain itu, pemerintah sedang merumuskan skema pembiayaan Limited Concession Scheme (LCS) dan Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA). LCS adalah skema pelibatan swasta untuk memperoleh konsesi ke infrastruktur yang beroperasi. Dananya bisa digunakan badan usaha untuk membangun proyek infrastruktur yang lain.

Sedangkan DINFRA adalah wadah berbentuk kontrak investasi kolektif yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal. Selanjutnya sebagian besar dana itu diinvestasikan pada aset infrastruktur oleh manajer investasi (MI).