Bukan hanya hotel berbintang, startup jaringan hotel juga menyediakan paket layanan menginap jangka panjang atau long stay untuk isolasi mandiri suspek atau Orang Tanpa Gejala (OTG) Covid-19. Salah satunya yakni hotel OYO yang berlantai delapan di Jakarta.
Sejak dari pintu masuk hotel, petugas menerapkan protokol kesehatan. Mereka menggunakan thermo gun untuk memeriksa suhu tubuh pengunjung. Pihak hotel juga menyediakan peralatan cuci tangan dan hand sanitizer di lobi hotel.
Pada Jumat pekan lalu, Katadata.co.id mengunjungi ruangan isolasi yang terletak di lantai enam. Ruangan yang digunakan untuk long stay cukup luas, ukurannya 20 meter persegi hingga 30 meter persegi.
Ruangan isolasi ini berisi tempat tidur ukuran single maupun double. Di dalam kamar juga disertai dua kursi dan satu meja, serta fasilitas pembuat kopi dan teh di dalam ruangan. Setiap kamar disertai dengan jendela kaca yang besar sehingga matahari dapat masuk ke dalam ruangan.
Pihak hotel menyediakan makanan atau kudapan yang diantar langsung ke kamar. Berbeda dengan fasilitas hotel berbintang, paket long stay OYO ini tanpa fasilitas medis atau petugas medis yang memantau kondisi pasien.
Perbedaan layanan itu yang membuat paket long stay ala OYO lebih murah. Country Sales and Marketing Head OYO Hotels and Homes Andreas Agung mengatakan harga paket bervariasi tergantung lama dan lokasi hotel yang dipilih. Paket menginap mulai dari Rp 667 ribu selama 7 hari, mulai Rp 1,2 juta untuk 14 hari, dan mulai Rp 2 juta untuk 30 hari.
Andreas mengatakan pihaknya hanya berkolaborasi dengan hotel-hotel terpilih dalam menyediakan paket layanan menginap jangka panjang. OYO Hotel berharap inovasi program tersebut dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk isolasi mandiri.
“Diharapkan masyarakat yang membutuhkan atau disarankan untuk isolasi mandiri akan tetap bisa mendapat fasilitas menginap yang layak, nyaman, dan higienis," ujar Andreas ke Katadata.co.id pada Rabu (16/9).
Permintaan terhadap layanan menginap jangka panjang ini terus meningkat dibandingkan saat masa awal PSBB atau saat program ini diluncurkan. Program ini banyak dimanfaatkan oleh perusahaan yang melakukan tracing suspect Covid-19 terhadap karyawannya, dan menyediakan isolasi mandiri bagi karyawan.
"Sebelumnya, kami juga pernah bekerjasama dengan Habitat For Humanity untuk menyediakan akomodasi lengkap untuk para pejuang medis, dengan total lebih dari 2400 tenaga medis telah mendapatkan akomodasi yang higienis, aman, dan nyaman," katanya.
Hingga kini, properti OYO telah tersebar di lebih dari 150 kota di Indonesia dan program ini berlaku di seluruh kota tersebut. OYO memberlakukan program Sanitized Stay pada 550 propertinya.
Program ini berupa penyemprotan disinfektan di seluruh kamar hotel sebelum tamu check-in dan setelah check-out, penanganan barang bawaan, panduan kebersihan, penanganan Covid-19 di properti, SOP untuk tamu diduga Covid-19, dan regulasi untuk tamu dan staf.
Selain program Sanitized Stay, OYO juga memastikan penerapan standar lebih proaktif dan inovatif untuk merubah pengalaman para tamu di hotel OYO menjadi lebih seamless dan contactless. Konsumen dapat check in tanpa sentuhan dan aktivitas terkait melalui perangkat pintar mereka tanpa harus berinteraksi langsung dengan staf hotel.
"Kami juga telah bekerjasama dengan dua e-wallet terkemuka di Indonesia untuk mengintegrasikan sistem pembayaran elektronik mereka pada aplikasi kami," kata dia.
Program yang hampir mirip juga diterapkan Traveloka terhadap hotel yang bekerja sama di bawah jaringannya. Vice President Marketing Traveloka Accommodation Shirley Lesmana mengatakan pihaknya telah menggandeng lebih dari 380 mitra hotel di Indonesia dalam program long stay.
Paket ini ditawarkan sejak April 2020 dengan paket menginap bervariasi mulai dari tujuh hari, 14 hari hingga 30 hari. Shirley mengatakan program ini berhasil membuat pemesanan para mitra hotel yang berpartisipasi mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya walaupun masih belum signifikan.
Pemesanan program long stay tersebut menyebar di beberapa kota, di antaranya di Jakarta, Bali, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar.
Para mitra yang berpartisipasi pada program long stay ini telah berkomitmen untuk menjalani protokol kesehatan, kebersihan, dan keamanan dari pemerintah. Layanan mitra hotel long stay ini juga memberikan free internet serta free cancelation hingga in-room dining dengan syarat dan ketentuan berlaku, sehingga memudahkan pengguna dalam menjalani protokol kesehatan selama periode menginap.
"Guna memberikan kemudahan bagi para pengguna, Traveloka menawarkan potongan harga hingga 65% dengan harga mulai dari Rp 70rban per malam," ujar Shirley.
Peluang dari Kerja Sama Program Isolasi Mandiri Pemerintah
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan promo long stay cukup mengerek okupansi hotel. Saat masa awal PSBB, okupansi hotel bisa di bawah 5%. Namun, saat masuk ke tahap PSBB transisi dan ditambah dengan promo long stay, tingkat okupansi hotel bisa meroket hingga 30% hingga 35%.
Khusus isolasi mandiri, PHRI juga menyiapkan 27 hotel dengan kapasitas 3.711 kamar di DKI Jakarta. Penginapan tersebut akan menampung pasien jika kapasitas Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran semakin penuh.
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan mayoritas hotel yang menangani isolasi mandiri ini berada di Jakarta Pusat. Kebanyakan kategori bintang dua dan tiga.
Dari data PHRI, 11 hotel berisi 1.605 kamar berada di Jakarta Pusat, sebanyak 5 hotel dengan 557 kamar terletak di Jakarta Selatan, dan 4 hotel berkapasitas 587 kamar ada di Jakarta Timur. Selain itu ada 5 penginapan dengan 602 kamar ada di Jakarta Barat dan 2 hotel berisi 360 kamar di Jakarta Utara.
Menurut Hariyadi, kerja sama dengan pemerintah tersebut bisa mendongkrak pendapatan pengelola hotel. "Kalau dikatakan membantu, pasti membantu, okupansi hotel memang tengah dalam masa sulit. Tapi kami utamakan masalah kemanusiaan," ujar dia.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Krisnadi mengatakan pihaknya menyerahkan keputusan kepada pemilik hotel dan manajemennya terkait kerja sama tersebut. Pengusaha hanya berharap pemerintah benar-benar membayar biaya yang dikeluarkan untuk ruang isolasi. "Karena kami sudah babak belur, harus bayar listrik dan sebagainya,"kata Krisnadi.
Meski dapat mengatasi arus kas, tak sedikit pengusaha dan pengelola hotel yang khawatir dengan konsekuensi properti mereka menjadi ruang isolasi bagi penderita Covid-19. "Kekhawatirannya orang-orang akan ingati ini hotel untuk orang tanpa gejala, kenapa mesti menginap di sana, ada concern seperti itu, tapi semua yang ikut program pemerintah pasti mengerti," ujarnya.
Meski khawatir, kata Krisnadi, banyak juga pengusaha hotel yang tetap mengikuti program pemerintah dengan niat membantu menangani pandemi.
Penyumbang bahan: M Arfan