• Prabowo Subianto masih memimpin dalam survei elektabilitas terbaru, meski angkanya terus menurun.
  • Gerindra berpotensi menjalin koalisi dengan PDIP meskipun risikonya terlalu besar jika Megawati mengutus Puan Maharani.
  • Sosok non-partai seperti Anies Baswedan dan Ridwan Kamil bisa menjadi pertimbangan.

Jadwal pelaksanaan Pemilu 2024 belum juga ditetapkan, tetapi bursa calon presiden sudah mulai memanas. Partai Gerindra mencuri start dengan mengumumkan pencalonan Prabowo Subianto di kontestasi pilpres mendatang. Ketika para kandidat lain masih adem ayem soal calon presiden, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani justru kian getol menyodorkan nama Prabowo.

Ketua Umum Partai Gerindra itu memang punya modal kuat untuk kembali bertarung di 2024. Ia Jenderal berpengalaman yang sudah dua kali bertarung di pemilihan presiden. Riset terbaru Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) menyebut elektabilitas Prabowo masih nomor satu di Indonesia, meski pamornya mulai tergerus. Elektabilitasnya mencapai 18,1%, jauh mengungguli kandidat kuat lainnya macam Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Saat Pilpres 2019, ia hanya kalah 11% suara dari petahana Jokowi-Ma’ruf Amin.

Kendati demikian, bukan berarti jalan Prabowo akan mulus untuk melenggang ke Istana. Manuver politiknya beberapa tahun terakhir menuai kontroversi, bahkan di kalangan pendukungnya sendiri. Salah satunya tentu saja keputusan Prabowo masuk barisan koalisi hingga memperoleh kursi Menteri Pertahanan.

”Saya kira pasti akan ada yang terpengaruh, meskipun kalau melihat survei sejauh ini masih banyak yang setia,” ujar Peneliti Politik LIPI, Aisah Putri Budiatri, Selasa (12/10).

Pengalaman panjang Prabowo bisa jadi seperti pisau bermata dua. Jika ia benar-benar maju di 2024, Prabowo akan melawan sosok-sosok yang lebih muda seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, atau bahkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menyebut peluang Prabowo di 2024 memang tidak terlalu besar. Gerindra bisa saja terpecah dengan keberadaan Sandiaga Uno yang juga berambisi maju di Pilpres 2024.

“Kalau lawannya satu generasi seperti Megawati, JK, Hatta Rajasa, atau Salim Segaf, mungkin Prabowo bisa menang,” ujarnya saat dihubungi Katadata, Selasa (12/10).

Sementara itu, Aisah justru melihat Gerindra sejatinya baru sekadar tes ombak. Apalagi menurutnya, sampai saat ini belum ada satu sosok yang punya popularitas sangat tinggi, seperti kasus Joko Widodo di 2014. Prabowo memang terbukti unggul di banyak survei. Namun, ia melihat peta politik 2024 masih sangat buram.

“Bisa jadi Prabowo konsisten menjadi calon hingga 2024 nanti, tetapi bisa juga tidak,” katanya.

Prabowo Subianto dalam Rapat Kerja Rencana Pembelian Alutsista di DPR (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/NZ.)
 

Aisah menilai Prabowo memang menghadapi tantangan berat di 2024. Meskipun ia kandidat kuat capres, antusiasme publik terhadap nama-nama baru sebagai capres alternatif akan tetap muncul. Aisah menduga pilihan alternatif itu adalah sosok yang belakangan sering muncul di survei-survei. “Termasuk kepala daerah populer seperti Ganjar dan Ridwan Kamil,” katanya kepada Katadata, Selasa (12/10).

 Mencari Pasangan

Pekerjaan rumah berat yang harus diselesaikan Gerindra saat ini tentu saja mencari pasangan ideal untuk menemani Prabowo. Kuat dugaan, Gerindra akan menjajaki kolaborasi dengan PDI Perjuangan (PDIP). Meskipun, ini juga bukan tanpa masalah.

PDIP kemungkinan besar akan mengusung Puan Maharani. Namun, pamor Puan masih mengecewakan. Riset SMRC menyebut elektabilitas Puan hanya 0,8%. Ia bahkan kalah dari pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang memiliki elektabilitas 1,6%. Sementara itu, tokoh PDIP yang punya elektabilitas paling tinggi saat ini justru Ganjar Pranowo. Kondisi ini mau tidak mau menimbulkan percikan di kubu internal PDIP.

Di Jawa Tengah, gesekan internal bahkan sudah mulai terlihat. Kelompok pendukung Ganjar mulai mengikrarkan dukungan meskipun Ketua Umum Megawati belum memberikan titah. Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang ‘Pacul’ Wuryanto bahkan menyindir para pendukung Ganjar itu sebagai ‘celeng’.

"Adagium di PDIP itu yang di luar barisan bukan banteng, itu namanya celeng,” kata Bambang.

Lantas bagaimana dengan Sandiaga Uno? Sumber Katadata menyebut, pasangan Prabowo di Pemilu 2019 ini kemungkinan besar akan ikut maju di Pilpres mendatang. Namun, kecil kemungkinan keduanya akan kembali berpasangan. Sandi berpotensi ditinggalkan oleh Gerindra dan merapat ke partai lain. “Sandi pelan-pelan mulai melepaskan diri dari Gerindra,” ujar Sumber tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia mengatakan idealnya Prabowo berpasangan dengan Anies Baswedan. Namun, peluang realisasinya sangat berat karena memerlukan diplomasi politik tingkat tinggi. “Anies punya daya tawar tinggi sebagai capres, khususnya jika ia berhasil mendapat dukungan parpol,” katanya.

Skenario kejutan, meski masih harus dilihat perkembangan terkini, yang melibatkan Ganjar Pranowo bisa saja terjadi. Jika elektabilitas Puan tak kunjung membaik dan PDIP ngotot mengusungnya, ada kemungkinan Ganjar menyeberang ke partai lain. Apalagi saat ini Ganjar selalu masuk tiga besar dalam survei elektabilitas tokoh politik. “Pada akhirnya PDIP memang harus realistis,” ujar Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyalakan kembali api abadi Mrapen (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.)
 

Respons Parpol

Sementara itu, partai politik merespons pencalonan Prabowo dengan bermacam reaksi. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) misalnya, membuka kemungkinan koalisi dengan Gerindra. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid bahkan sudah berani menyebut nama. “Pasangan Muhaimin-Prabowo atau Prabowo-Muhaimin dapat saja terjadi,” ujarnya, Selasa (12/10).

Kawan lama Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga tidak menutup kemungkinan kembali menghidupkan persekutuan keduanya. Kendati demikian, PKS sejatinya sudah menokohkan Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al Jufri. Salim bahkan sudah mulai bermanuver dengan mendekati sejumlah tokoh non-partai seperti Ridwan Kamil dan Anies Baswedan.

“Apakah akan berkoalisi? Semua kemungkinan tetap ada, tapi Majelis Syuro yang akan memutuskan,” ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Minggu (10/10).

Partai Amanat Nasional (PAN), salah satu sekutu Gerindra di 2014 dan 2019, juga telah menjagokan Ketua Umumnya Zulkifli Hasan. Namun, lagi-lagi tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Wakil Ketua PAN Viva Yoga menyebut partainya masih membuka komunikasi dengan parpol lainnya. “PAN tidak bisa sendirian mengusung paslon. Jadi harus berkoalisi untuk memenuhi syarat presidential threshold 20%," ujarnya, Senin (11/12).

Di sisi lain, gestur politik Golkar dan Demokrat terlihat berseberangan dengan Gerindra. Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Arifin menyebut kader partai sudah satu suara mendukung Airlangga Hartarto. Adapun Demokrat, yang kini sedang sibuk meredakan kisruh internal, sepertinya kokoh mengusung AHY di Pemilu 2024. Apalagi elektabilitas AHY dan Demokrat di survei terakhir juga kian membaik.

“Intinya, semua hal masih mungkin di 2024,” ujar Pengamat Politik LIPI Aisah Putri

Reporter: Nuhansa Mikrefin