Bolak-balik Aturan Impor Barang Tak Selesaikan Persoalan

Katadata/Andrey Rahman Tamatalo
Ilustrasi kisruh aturan impor.
Penulis: Agustiyanti
Editor: Sorta Tobing
17/7/2024, 11.28 WIB

Kabar 26 ribu kontainer yang menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak membuat Presiden Joko Widodo “naik pitam”. Dalam rapat di Istana Negara pada Jumat (17/5), Jokowi memerintahkan untuk kembali merevisi peraturan menteri perdagangan atau Permendag impor yang telah diubah beberapa kali.

Sim salabim, peraturan menteri perdagangan baru soal impor ditetapkan dan diundangkan pada hari yang sama saat rapat digelar. Beleid ini memuat relaksasi perizinan impor terhadap tujuh kelompok barang yang sebelumnya dilakukan pengetatan impor seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris, kosmetik, dan perbekalan rumah tangga, tas, hingga katup.

Sehari setelahnya atau Sabtu (18/5), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menggelar konferensi pers di Pelabuhan JICT, Tanjung Priok. Airlangga mengumumkan relaksasi impor dan arahan Jokowi untuk menyelesaikan masalah tumpukan kontainer.

Meski ini adalah revisi ketiga dari aturan impor dalam enam bulan terakhir, polemik belum berakhir. Ada protes keras dari industri tekstil. Aturan ini dituding dapat memperparah kondisi industri yang tengah mengalami badai pemutusan hubungan kerja atau PHK. Protes tak hanya disuarakan pengusaha, tetapi juga buruh yang khawatir terhadap nasibnya.

Aksi demonstrasi digelar Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia pada 3 Juli 2024 dan kembali dijadwalkan hari ini, Rabu (18/7). Mereka menuntut aturan relaksasi impor dicabut karena khawatir dapat memicu badai PHK lanjutan.

Sosialisasi Permendag terkait relaksasi perizinan impor (ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/wpa.)
 

Meski mendapat banyak kritik, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas memastikan tak akan merevisi kembali aturan impor tersebut. Ia justru mengaku sebenarnya tak dilibatkan saat menyusun aturan tersebut meski menandatanganinya. 

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 ditandatangani Zulhas pada 17 Mei 2024 di Jakarta. Namun, ia mengaku saat itu sebenarnya sedang berada di Peru untuk menghadiri KTT APEC. 

Dalam siaran pers Kementerian Perdagangan, Zulhas memang menghadiri KTT APEC di Peru pada 17-18 Mei 2024. Ia juga menggelar sejumlah pertemuan bilateral di sela-sela KTT APEC. Tak heran, Zulhas memang tak muncul dalam konferensi pers di Tanjung Priok bersama Airlangga dan Sri Mulyani. 

“Jam 2 pagi saya ditelepon Pak Menko. Itu barang di Tanjung Priok ada 26 ribu di kontainer menumpuk yang akhirnya dirapatkan dan diputuskan harus malam itu juga (dikeluarkan). Saya enggak ada waktu itu,” ujar Zulhas. 

Ia mengatakan semula Permendag tersebut akan diteken Airlangga  yang saat itu menjabat sebagai pelaksana tugas atau Plt Mendag menggantikannya karena sedang bertugas di luar negeri. Namun, Zulhas menolak Permendag diteken Airlangga dan akhirnya memilih untuk menandatanganinya meski tak ikut menggodok aturan tersebut. 

Ia menyebut, aturan tersebut digodok oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Namun demikian, Agus Gumiwang pada pekan lalu menyebut meminta kepada Jokowi untuk memberlakukan kembali pengetatan impor.

“Bapak Presiden mengatakan untuk segera dikaji. Karena menurut kami, Permendag Nomor 36 Tahun 2023 (aturan awal dari Permendag Nomor 8 Tahun 2024) merupakan yang paling ideal,” katanya.

Banjir Kritik Aturan Impor 

Semua bermula dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang diterbitkan Zulhas pada 11 Desember 2023. Aturan yang berlaku pada 10 Maret 2024 atau sejak 90 hari ini menuai protes keras pengusaha hingga masyarakat umum. 

Salah satu aturan yang ramai dikritik masyarakat adalah soal barang impor bawaan penumpang. Aturan tersebut membatasi jumlah item yang boleh dibawa penumpang dari luar negeri, termasuk tenaga kerja Indonesia dan jamaah haji. Sebagai contoh: alas kaki dan tas dibatasi masing-masing dua item per penumpang. 

Bea Cukai yang menjadi pelaksana aturan ikut kena getahnya. Kritik keras dilayangkan warganet di media sosial terhadap kinerja lembaga di bawah Kementerian Keuangan ini.

INFOGRAFIK: Siap-siap Bawaan Pelancong dari Luar Negeri Dibatasi (Katadata/ Amosella)

Beleid ini juga membuat pengusaha tepung terigu berteriak karena nyaris kehabisan bahan baku, premiks fortikasi. Bahan baku yang wajib ada dalam produk terigu agar memenuhi Standar Nasional Indonesia atau SNI. 

Revisi demi revisi aturan pun dilakukan. Revisi pertama aturan pengetatan impor ditetapkan pada 5 Maret 2024 dan diundangkan pada 7 Maret 2024, bahkan sebelum aturan sebelumnya berlaku. Revisi kedua ditetapkan dan diundangkan pada 29 April 2024 dan revisi ketiga atau paling terbaru ditetapkan dan diundangkan pada 17 Mei 2024. 

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso menjelaskan aturan terbaru impor hanya mengembalikan aturan impor seperti semula. Ia pun memastikan pihaknya tak akan merevisi lagi aturan impor “Kami tidak akan merevisi lagi Permendag Nomor 8 karena sudah mengikuti usulan masing-masing K/L,” kata dia kepada Katadata.co.id. 

CEO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Anton Rizki Sulaiman menilai, masalah aturan impor saat ini menunjukkan kurangnya pemerintah melibatkan industri dalam merumuskan kebijakan. Oleh karena itu, menurut dia, kembalinya aturan impor seperti sedia kala sudah semestinya. 

“Masalah aturan ini menunjukkan proses yang kurang baik dalam menyiapkan aturan. Perubahan ternyata justru menciptakan masalah dan akhirnya kembali ke aturan sebelumnya,” ujar Anton kepada Katadata.co.id.

Menurut dia, pengetatan aturan impor yang dilakukan pemerintah cukup tiba-tiba dan mengagetkan industri. Apalagi terjadi perubahan besar jika dibandingkan aturan sebelumnya. 

“Peraturan tiba-tiba mempengaruhi bahan baku yang masuk dan administrasi jadi sulit. Banyak barang-barang yang jadi membutuhkan proses impor lebih panjang. Sebenarnya aturan baru ini hanya mengembalikan,” kata dia. 

Airlangga dalam konferensi pers menyebut penumpukan kontainer terjadi sejak 10 Maret 2024 saat pengetatan impor berlaku. Puluhan ribu kontainer menumpuk di Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas dan pelabuhan lainnya karena belum terbitnya persetujuan impor dan peraturan teknis (Pertek) sejumlah komoditas seperti besi baja, tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan lainnya. 

Namun, masalah lamanya penerbitan Pertek ini telah dibantah Kementerian Perindustrian. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, penumpukan kontainer tak terkait dengan pihaknya. Kemenperin sudah melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan. 

"Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Kebijakan lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri," ujarnya.

Teriakan Industri Tekstil yang Dihantam Badai PHK 

Kritik keras terhadap aturan baru impor terutama disuarakan oleh industri tekstil. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Redma Gita Wirawasta mengkritisi pelonggaran impor bagi produk tekstil yang dapat merugikan industri di dalam negeri. 

Ia menduga banyak barang tekstil ilegal di antara puluhan kontainer yang sempat tertahan di pelabuhan dan dapat keluar berkat aturan baru impor. “Pak Menperin bahkan mempertanyakan apa saja isi kontainer itu, yang kita tidak tahu?” ujar Redma. 

Menurut dia, syarat peraturan teknis dalam perizinan impor sebenarnya krusial untuk mengantisipasi importir-importir tekstil nakal. Ia khawatir pemeriksaan terhadap 26 ribu kontainer tak dilakukan secara benar dengan terbitnya aturan impor baru. 

“Sekarang siapa yang untung? Importir nakal. Kalau dia punya persetujuan impor, nggak mungkin ditahan di pelabuhan. Ini ada orang yang enggak punya PI tetap masukin barang dan ada di pelabuhan, lalu keluar dengan aturan baru,” ujarnya. 

Menurut Redma, maraknya impor ilegal telah menciptakan badai PHK di industri tekstil. Hal ini terlihat dari perbedaan data yang besar antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Biro Statistik Cina. Ia pun khawatir longgarnya aturan impor akan semakin memperkeruh masalah.

Selisih data impor pakaian jadi dari Cina (Katadata/Ajeng Ayu Pertiwi)

Redma menuduh Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo sebagai biang keladi relaksasi aturan impor. Mereka gencar memprotes pemberlakuan peraturan teknis dalam persetujuan impor. 

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah membantah, aturan baru impor bakal mempermudah barang ilegal dari luar negeri masuk ke Indonesia. Menurut dia, masalah impor ilegal ditentukan oleh pengawasan barang beredar dan pencegahan barang beredar masuk. 

Adapun terkait masalah kontainer yang tertahan, menurut dia, disebabkan oleh para investor yang tidak memiliki cukup waktu untuk memenuhi persyaratan yang panjang. 

“Normalnya diberikan cukup waktu untuk pendaftaran dan pengisian syarat-syarat. Jadi, kami dari Hippindo selaku importir legal meminta waktu penundaan untuk mempersiapkan. Kami sebenarnya mendukung, tetapi minta waktu,” ujarnya.

Kementerian Perindustrian  menyalahkan aturan impor baru menyebabkan permintaan terhadap produk tekstil di dalam negeri jeblok. Sejak aturan impor baru berlaku, utilisasi industri garmen yang rata-rata anjlok menjadi 30%.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita mengatakan, pesanan pakaian jadi oleh lokapasar dan maklon sebenarnya mulai meningkat setelah penerbitan Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Hal tersebut tercermin pada peningkatan jumlah tenaga kerja industri pakaian yang naik 10,3% menjadi 2,91 juta orang pada Februari 2024 dibandingkan Agustus 2023. 

Namun pesanan tersebut langsung dibatalkan saat Permendag Nomor 8 Tahun 2024 berlaku pada Mei 2024 lantaran lokapasar dan maklon langsung mengganti sumber ke produk impor. Hal tersebut tercermin pada volume impor tekstil per Mei 2024 yang naik 42,9% secara bulanan menjadi 194.870 ton.

Reni menilai beleid tersebut membuat produk impor membanjiri pasar domestik melalui lokapasar dan media sosial. Ini karena persetujuan impor Kementerian Perdagangan yang tidak memperhitungkan faktor harga dan neraca permintaan garmen nasional. Kondisi tersebut memicu badai PHK di dalam negeri. 

Ganti Resep Proteksi Industri: Satgas Impor Ilegal hingga Bea Masuk Anti Dumping

Pemerintah sudah memastikan tak akan merevisi kembali aturan terbaru yang memberikan kelonggaran impor dalam waktu dekat. Solusi yang kini ditawarkan untuk melindungi industri adalah satuan tugas atau satgas impor ilegal dan penerapan bea masuk anti dumping . 

Satgas rencananya terbentuk pekan ini. Untuk membentuk tim tersebut, Zulhas pada selasa (16/7)  telah menggelar diskusi dan meminta bantuan kepada Kejaksaan Agung untuk terlibat dalam tim tersebut. 

Ia menjelaskan alasan pembentukan satgas adalah setelah pihaknya menemukan barang yang tidak terdata atau ilegal membanjiri pasar Indonesia. "Ini terkait apa yang akhir-akhir ini menjadi polemik di media mengenai terancam tutupnya industri tekstil, pakaian jadi, elektronik, alas kaki, produk kecantikan," kata Zulhas. 

Selain Kejagung, Zulhas menyebut satgas akan terdiri dari Kepolisian, Kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian, hingga Kadin. "Lebih cepat, lebih bagus. Mudah-mudahan minggu ini karena ini sudah dalam keadaan darurat," kata Zulhas. 

Langkah lain yang disiapkan pemerintah adalah bea masuk anti dumping (BMAD). Zulhas sempat menyebut, tujuh item yang bakal dikenakan bea masuk adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.

Menurut dia, sebelum ditentukan pengenaan bea masuk atas tujuh komoditas impor tersebut akan dilihat oleh lembaga pemerintah berwenang, yaitu Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).

Redma berharap, Satgas Impor Ilegal dan penerapan BMAD akan membantu menahan gempuran impor ilegal. "BMAD pasti berpengaruh, tetapi kami akan lihat seberapa mempengaruhi saat ini." ujar dia. 

CIPS menilai bea masuk anti dumping maupun restriksi impor melalui aturan bukan solusi masalah yang dihadapi industri tekstil saat ini. Menurut Anton, masalah pada industri tekstil tak "sesederhana" aturan impor. 

"Banyak PHK besar-besaran, apakah karena banjir produk asing? Enggak sesimpel itu juga, mungkin ada korelasi tapi bukan kausalitas," ujar Anton. 

Menurut dia, industri tekstil mengalami perubahan tingkat global sekarang karena otomasi dan pandemi. Teknologi otomasi membuat produksi tekstil dapat dilakukan secara lokal dan tak memerlukan pabrik besar.

"Ini berdampak ke permintaan pengurangan.  Karena dengan teknologi sekarang, bisa tuh distro-distro di luar negeri bikin baju." ujar dia.

Ia menilai teknologi Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Vietnam, apalagi Cina. Hal ini membuat harga produk tekstil Tanah Air sulit bersaing. Oleh karena itu, menurut dia, yang dibutuhkan adalah investasi di sektor industri tekstil.

Ekonom Faisal Basri juga mengkritisi rencana kebijakan bea masuk anti dumping pada industri keramik. Menurut dia, peningkatan barang keramik dari Cina bukan karena dumping tetapi karena ekonomi Cina sudah mulai pulih. 

Ia bahkan menilai, penerapan BMAD bisa berdampak buruk ke dalam negeri karena dapat menaikkan harga. "Komite Anti Dumping (KADI) ini seperti pesilat mabok, semua dilibas," ujar Faisal dalam Diskusi Publik INDEF, Selasa (18/7). 

Faisal menyoroti kinerja industri manufaktur di dalam negeri yang terus merosot. Pertumbuhannya selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB kini hanya tersisa 18,6%. "Turun terus, gejala dini deindustrialisasi karena industri diganggu terus." ujarnya. 

Reporter: Andi M. Arief