Kami Beralih Fokus Ke Segmen Ritel

Katadata
Penulis: Lavinda
10/6/2022, 10.30 WIB

Permintaan internet jaringan tetap atau fixed broadband di Indonesia terus meningkat, meski tak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang memadai.

Para pemain di industri fixed broadband terus berupaya memenangkan pasar yang masih terbuka luas. Di sisi lain, perusahaan harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membangun infrastruktur serat optik dan kabel internet jaringan tetap di seluruh penjuru Tanah Air. Terlebih, Negeri Katulistiwa dikenal memiliki dataran yang kompleks, diselingi banyak selat dan laut.

Dalam hal ini, CEO Biznet Adi Kusma berkenan membagikan cerita kepada Katadata terkait perjalanan bisnis fixed broadband di Indonesia. Tak hanya soal tantangan bisnis, terutama menghadapi pandemi Covid-19, tetapi juga solusi mengatasi berbagai persoalan bisnis, serta upaya diversifikasi usaha demi mendongkrak kinerja perusahaan.

Biznet yang memulai bisnisnya dari segmen korporat kini siap beralih untuk fokus ke segmen ritel. Adi Kusma menyebut pandemi Covid-19 membuat permintaan di segmen korporat menurun, sedangkan segmen ritel justru kian menguat. Bagaimana mereka melakukannya? Berikut petikan wawancara Katadata dengan CEO Biznet:

Bagaimana perkembangan industri internet jaringan tetap (fixed broadband) sejak awal pandemi Covid-19 sampai saat ini?

Kalau dilihat perbandingannya, mungkin lima tahun lalu, biasanya anak-anak sekolah baru pegang handphone (ponsel). Sekarang karena pandemi, anak SD saja sudah dipaksa pegang handphone atau tablet untuk belajar. Jadi, boleh dibilang itu mempercepat digitalisasi di dunia. Pada awal pandemi Covid-19, angka penjualan hardware (peranti lunak) angka penjualannya meningkat, karena kita dipaksa harus beraktivitas dan berkomunikasi semua dari rumah.

Ke depan, memang yang namanya domain internet itu mestinya sih tidak akan berkurang, justru makin bertambah. Seiring waktu, kebiasaan masyarakat untuk terus menonton streaming, main gim online. Jadi mungkin pasarnya akan tumbuh lebih baik ke depan.

Apa saja kendala dan tantangan bisnis yang dihadapi Biznet selama masa pandemi Covid-19 ?

Kendala utamanya adalah di infrastruktur. Sebagai negara kepulauan, biaya pembangunan infrastruktur kabel dan serat optik sangat tinggi, sementara di beberapa wilayah penduduknya tidak terlalu banyak. Kesenjangannya dari sisi biaya infrastruktur dan nilai keekonomisan bisnisnya.

Kami bukan pendukung pemerintah, melainkan murni komersil. Jadi tidak ada rencana bantuan dari pemerintah, sehingga kami memilih daerah-daerah yang cukup layak dan secara bisnis sudah siap saja untuk pembangunan jaringan fixed broadband.

Tantangannya, kita harus membangun jaringan secepat mungkin dan sebanyak mungkin. Jadi kami berusaha membangun setiap hari. Tahun ini, Biznet membangun 10.000 kilometer kabel di 17 provinsi. Kami membangun kabel yang menghubungkan Jawa ke Sumatera, membangun jembatan kabel laut dari Anyer ke Lampung. Kemudian, Lampung ke Medan dan Aceh. Tujuannya, agar jaringan fixed broadband merata. Kami berharap kesenjangan digital di kota besar dan kota kecil bisa berkurang.

Bagaimana dampak pandemi Covid-19 yang berlangsung selama dua tahun terakhir terhadap kondisi bisnis Biznet?

Saat pandemi Covid-19, kami sibuk membangun jaringan secepat mungkin agar masyarakat bisa memanfaatkannya. Kami tidak mau kehilangan waktu dua tahun tanpa berbuat apa-apa.

Waktu pandemi, boleh dibilang kondisi bisnis menurun. Banyak kantor disuruh tutup, semua karyawan bekerja di rumah, bahkan ada beberapa industri harus terdampak, dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jadi permintaan fixed broadband berkurang. Sebelum pandemi, segmen bisnis Biznet mayoritas Business to Business (B2B).

Dengan adanya perubahan perilaku bekerja, apakah Biznet melakukan peralihan target pasar dari semula B2B menjadi segmen residensial?

Ya, saat ini masyarakat membutuhkan kualitas internet yang bagus untuk bekerja dari rumah, seperti kualitas yang ada di kantor. Jadi, kami berupaya mengerjakan hal itu. Biasanya pelanggan memilih operator bukan hanya karena promosi, tetapi paling penting adalah kualitas.

Bagaimana porsi antara segmen korporat dan segmen ritel fixed broadband Biznet?

Sebentar lagi sudah 50:50, jadi sebenarnya ada peralihan. Kalau dulu, bicara enam atau tujuh tahun lalu, porsinya masih 80% korporat, 20% ritel. Mungkin ke depan targetnya akan bertransformasi dan lebih banyak konsumennya. Jadi lebih banyak residensial dan apartemen. 

Berapa jumlah pelanggan Biznet saat ini?

Mungkin sekitar 1 jutaan.

Bisnis fixed broadband disebut-sebut akan menjadi masa depan dunia telekomunikasi, sehingga operator seluler juga berminat masuk ke bisnis ini. Bagaimana menurut pendapat Anda? 

Ya ini kan bisnis, dari dulu tidak ada yang monopoli dan proteksi. Menurut saya, hal paling bagus yang menang adalah konsumen. Ibaratnya, semakin banyak restoran, Anda bisa pilih makanan apa aja yang Anda mau. Jadi bukan pasar monopoli.

Bagaimana posisi Biznet di antara para pemain di industri bisnis fixed broadband lain di Indonesia?

Di Indonesia ini masih banyak pasarnya. Kalau dilihat para pemain di bisnis fixed broadband masih banyak berkumpul di kota-kota besar, sedangkan kota-kota kecil tier 2 dan tier 3 masih kurang, apalagi kalau bicara di wilayah Timur.

Inovasi apa saja yang harus dilakukan untuk memenangkan persaingan di industri telekomunikasi?

Ke depan, inovasi harus bertumpu pada pelayanan optimal, aktif tujuh kali 24 jam, 365 hari. Intinya, pelanggan harus memperoleh pengalaman yang baik dalam penggunaan internet. Kualitas harus jadi nomor satu. Entah faktor teknis, jaringan, desain, dan lainnya. 

Bagaimana rencana pengembangan bisnis Biznet di masa mendatang?

Kami sudah mulai masuk ke kafe-kafe untuk menawarkan layanan internet, dengan produk Metranet. Kami juga memperluas jaringan ke kota-kota kecil, misalnya Pacitan, Temanggung, Jepara, Malang. Kami berharap, masyarakat bisa hidup dan tinggal di desa, tapi berbisnis di kota. 

Apakah Biznet melakukan diversifikasi usaha untuk membantu menopang bisnis utamanya?

Kami mulai masuk ke bisnis layanan kesehatan. Pada 2020, kami memproduksi masker, tahun ini kami akan meluncurkan produk baru. Targetnya bulan Juli tahun ini, semoga bisa memberi dampak di bidang layanan kesehatan.

Apa alasannya melakukan diversifikasi usaha ke bidang layanan kesehatan?

Poin penting saat ini adalah kesehatan. Kalau tidak sehat, tidak bisa main internet dan beraktivitas lain. Ujungnya layanan kesehatan yang berteknologi. 

Bagaimana menghadapi persaingan di sektor layanan kesehatan saat ini yang mulai ketat?

Bisnis layanan kesehatan saat ini tidak ada harga. Kami akan berupaya unggul dalam hal fitur layanan kesehatan. Kami berusaha memberi solusi bagi persoalan yang ada di Indonesia.

Reporter: Lavinda