Bagaimana Gerindra memilih rekan dalam politik?
Kami terbuka. Politik Gerindra adalah semua partai sahabat. Semua aliran politik adalah teman. Ini bukan barang baru bagi kami, bagaimana semua partai adalah sahabat semua politisi adalah sahabat, aliran politik adalah kawan.
Saya ingat dulu sebelum tahun 2014 PKS itu selalu dibilang wahabi, terlalu kanan, dan sebagainya, yang satu gak mau ketemu dengan kubu yang lain. Pak Prabowo sendiri seorang nasionalis, tentara dan orde baru lagi. Tentara orde baru itu pasti doktrinnya Pancasila, ya agak jauh dari yang kanan-kanan, gak mungkin lah dia kanan. Tapi kata Prabowo kalau ada yang terlalu kanan ya rangkul, jangan dimusuhi. Nah politik itu yang dianut Prabowo dan menjadi politiknya Gerindra.
Semua partai kami rangkul. Apa sih masalahnya. Kalau terkesan terlalu ke kanan ya kami rangkul ke kiri, kalau terkesan agak ke kiri, kami rangkul ke tengah, kurang lebih begitu. Begitu terus di 2014, 2019, 2024. Saya pikir kami konsisten partai Gerindra partai yang gak punya musuh. Pak Prabowo politisi yang gak punya musuh.
Mitos-mitos, dulu orang bilang Pak Prabowo itu gak bakal bisa ketemu Pak Wiranto, karena dianggap musuh bebuyutan ternyata ketemu. Pak Prabowo gak bakal bertemu dengan SBY, karena musuh saat usia remaja katanya, ternyata ketemu. Kami kan berapa kali bareng dengan Pak SBY. Pemilu, pilkada juga. Dan katanya Pak Prabowo gak bakal menerima kekalahan di pemilu. Bukan hanya kemarin kok, 2009 ketika dengan Bu Mega, dia diundang Pak SBY ke istana dan hadir, kasih hormat, zaman itu.
Waktu itu mitosnya itu ‘wah pak Prabowo gak bakal terima, gak bakal ini dengan SBY karena kalah’, begitu juga 2014, ketemu juga dengan Ibu Mega. Jadi Pak Prabowo itu figur yang sangat terbuka, karena politik bisa berbeda tapi dalam konteks yang besar kami selalu bersama.
Sejarah Prabowo pernah bareng dengan Mega di 2009, apa akan terulang di 2024?
Ya mungkin-mungkin saja. Jadi kami bedakan politik kontestasi kepemiluan ya. Itu kan memang sarana pergantian kekuasaan, formilnya seperti itu, dengan politik kebangsaan yang lebih luas. Bukan hanya di Pak Prabowo saja, di sini saja kami ini di DPR, kami sudah punya komitmen ‘oke lah di pemilu kami bisa berbeda, kami jalankan tugas masing-masing partai dengan penuh kehormatan, tapi setelah ini kami ketemu lagi ya’, kurang lebih begitu.
Kita memang saudara satu bangsa. Jadi kalau ditanya apa gak ketemu di 2024, mungkin secara teknis dalam pencalonan bisa jadi beda, karena kami menghormati pencalonan masing-masing. Keputusan PDIP secara resmi, keputusan Gerindra juga secara resmi. Itu kan konsekuensinya coat tail effect, bagaimana partai ini juga dibesarkan. Kalau itu gak ketemu, mungkin di putaran kedua kami ketemu. Kalau di putaran kedua kami gak ketemu, setelah putaran kedua pasti ketemu.
Apakah Anda yakin Prabowo maju di putaran satu? Sudah memenuhi tiket?
Sudah pasti lah. Sudah tanda tangan.
Sudah 100 persen?
Bukan 100 persen, kami sudah seiya sekatalah.
Tapi kan cawapresnya belum?
Itu pasti ketemu. Tapi kalau koalisinya gak akan terbongkar.
Meskipun cawapresnya bukan Muhaimin?
Kami gak tahu. Itu kan misteri antara Pak Prabowo dengan Cak Imin, mereka berdua mencari yang terbaik.
Anda yakin koalisi dengan PKB tidak akan bongkar?
Iya. Itu yang pasti. 100 persen.
Dengan menggandeng NU ini bagaimana Anda melihatnya? Kalau dulu kan dianggapnya tidak bersama NU?
Kami terbuka sebetulnya ya. Dulu sebetulnya kami jaga juga dengan NU. Karena banyak juga kader-kader NU di Gerindra. 2014, 2019, Cuma memang kami dikesankan terlalu kanan, sekarang pun kami tetap terbuka dengan semua kalangan, semua kelompok yang ada di negara ini. Gak ada masalah. Apalagi NU adalah ormas islam besar. Tentu kami sangat berkepentingan untuk dapat dukungan dari warga NU.
Soal cawapres, sejauh ini sosok seperti apa yang dicari untuk mendampingi Prabowo?
Sebetulnya kalau ini sekarang soal bursa capres sudah 3, walaupun sebetulnya tiga-tiganya belum pasti. Pasti itu kan pasangan calon. Kalau Cuma Ganjar sendiri emang bisa mendaftar? Kan gak bisa juga. Jadi kalau capres sudah selesai. Cawapres juga menurut saya kurang lebih sudah itu-itu saja. Kata Pak Prabowo mereka semua kader-kader terbaik bangsa.
Kriteria secara umum ya komitmen pada Pancasila bhineka tunggal ika, UUD 1945, NKRI. Kemudian tentu kami ingin yang menambah elektabilitas. Tiga nama capres yang ada sekarang ini agak dekat elektabilitasnya, maka perlu yang membawa pasukan lah kurang lebih begitu.
Kami mencari cawapres yang membawa insentif elektabilitas, kalau soal hitung-hitungan sipil-militer, jawa-luar jawa, dan lain sebagainya kami tidak dalam konteks itu. Kami mencari cawapres yang membawa elektabilitas. Jadi gak harus baku.
Siapa tiga nama yang sudah mengerucut?
Enggak lah. Ya macam-macam. Jadi saya gak tahu. Semua dinamika saran masukan itu kami sampaikan ke Prabowo dan Muhaimin sekarang. Tentu beliau berdua juga banyak mendapatkan masukan lain selain dari partai Gerindra kan. Mengamati sehari-hari juga beliau berdua lakukan.
Salah satu partai yang akan menambah koalisi katanya Golkar?
Bisa jadi. Golkar partai besar ya. Strukturnya, infrastrukturnya sudah kuat sampai ke ujung-ujung ya.
Pembicaraannya sudah intens untuk bergabung?
Kalau pembicaraan hampir semua partai kami sudah ketemu ya. Ya tentu kan mereka juga punya hitung-hitungan, golkar juga kan. Karena mereka juga memerlukan apa sih secara politik manfaatnya dengan mendukung Pak Prabowo, demi pembesaran partai mereka gitu.
Bagaimana usaha Gerindra untuk tidak mengulang 2019 yang polarisasinya terlalu keras?
Ya itu dia, yang paling gampang dengan banyak silaturahim. Sekarang semua bahkan yang kemarin mbak puan sudah ketemu AHY, ya itu bagus. Sehingga gak ada kontradiksi yang antagonis di antara kami-kami ini. Ya beda pilihan bukan berarti menjadi musuh. Kurang lebih itu. Elite itu harus punya kesadaran dan menyuntikkan kesadaran itu ke grass root.