Strategi selanjutnya adalah merger. Erick membagi strategi merger ke dalam dua fase. Di fase awal, Erick akan memangkas 108 BUMN menjadi 41 BUMN. Beberapa yang sudah melebur adalah Bank Syariah Indonesia dan PT Pelindo (Persero). Di fase kedua, konsolidasi akan kembali diringkas menjadi 30 BUMN.
Adapun, portofolio dibagi berdasarkan strategic value, surplus creator, welfare creator, dan dead weight, yang mana akan memetakan potensi BUMN.
“Kita bisa melihat mana yang potensial menghasilkan laba, mana yang bisa memberikan dampak terhadap kesejahteraan, dan mana yang perlu mendapat sokongan agar dapat bangkit dan berkembang," tambahnya.
Dalam perjalanan transformasinya, ungkap Erick, ia membentuk divisi baru bernama Strategic Delivery Unit untuk mengawal dan mengawasi sebanyak 88 proyek di bawah BUMN.
Model serupa, tuturnya, sudah pernah dilakukan oleh Tony Blair kala menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Britania Raya di 2007 silam. Divisi tersebut dibentuk untuk memastikan kebijakan PM dapat berjalan.
Tak kalah penting, Erick memastikan bahwa SDM menjadi fondasi penting terhadap agenda transformasi ini. Dalam pelaksanaannya, BUMN akan memberikan ruang kepemimpinan bagi generasi milenial untuk masuk ke top management. Perombakan organisasi juga dibenahi, salah satunya dengan menghapus Eselon III dan IV.
“Finding the right team is the key, bagaimana merombak orang dan mempekerjakan profesional untuk berubah. Pandemi justru mengakselerasi hal ini. Saya membentuk tim yang solid sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan pendapatan konsolidasi BUMN, dari Rp1.929 triliun di 2020, naik ke Rp2.209 triliun di 2021, dan tumbuh menjadi Rp2.613 triliun di 2022,” katanya.