Prinsip asuransi syariah yang mengutamakan kegotongroyongan, dimulai dari akad tolong menolong antarpemegang polis dan risiko yang dibagi antara perusahaan dan peserta. Terdapat pula dana hibah dalam rekening tabarru’, dan prinsip transparan yang tidak mengandung maisir (spekulasi), gharar (ketidakjelasan), dan riba. Dana asuransi diinvestasikan ke lembaga keuangan berbasis syariah dan seluruh kegiatannya diawasi oleh dewan pengawas syariah.
Selain itu, jika terjadi kelebihan dana kontribusi peserta, ada perjanjian surplus underwriting. Pemegang polis bisa memilih antara menambahkan seluruh kelebihan dana tersebut ke dana tabarru’, dibagi ke dana tabarru dan peserta, atau dibagi ke dana tabarru, pesera dan perusahaan.
Namun ada kriteria siapa yang berhak menerima dana surplus underwriting. Pemegang polis sudah membayar kontribusi, tidak dalam proses penyelesaian klaim, belum pernah menerima pembayaran klaim, dan polis tetap berlanjut selama periode penghitungan.
Per Juli 2018, dana kelola asuransi mencapai Rp36,8 triliun. Total dana tersebut berasal dari deposito 22,7 persen, saham syariah 38,7 persen, reksa dana syariah 16,6 persen, sukuk 6,2 persen, SBSN 15,5 persen, dan lain-lain 0,4 persen.