Perkembangan perusahaan penyedia layanan aplikasi dan konten melalui internet (over the top/ OTT) kian masif. Oleh karenanya sejumlah pemerintahan, termasuk Indonesia berupaya “menaklukkan” perusahaan aplikasi global agar ikut berkontribusi bagi negara.
Pemerintah Inggris misalnya, telah memberlakukan pajak atas hasil keuntungan yang dibawa ke luar negeri (diverted profit tax/ DPT) sebesar 25 persen bagi perusahaan OTT asing yang tidak berbadan usaha. Selain itu, perusahaan OTT wajib memiliki penyimpanan data dan informasi (server) di Negeri Ratu Elizabeth itu.
Australia juga menerapkan hal serupa, yakni menetapkan DPT sebesar 40 persen bagi perusahaan multinasional yang pendapatannya lebih dari US$ 1 miliar per tahun. Sementara di India, otoritas setempat mengenakan “Google tax” kepada perusahaan OTT asing sebesar 6 persen dari pendapatan iklan tahunan.
Adapun di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyusun peraturan menteri terkait OTT. Setiap perusahaan OTT harus menyesuaikan dengan peruntukan bidang usahanya. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen, memudahkan penegakan hukum, serta kesetaraan kompetisi dari penerapan kebijakan pajak dan fiskal.