KATADATA ? Pelemahan mata uang global terhadap dolar Amerika membuat sejumlah negara melakukan intervensi valas. Rusia, misalnya, menguras cadangan devisa untuk membeli dolar dan mengguyurkan ke pasar domestik. Dengan langkah ini, Rusia bisa menahan pelemahan rubel sehingga tak melampaui 45 persen dalam enam bulan terakhir. Untuk intervensi itu, Rusia mengorbankan 6,5 persen cadangan devisanya, setara US$ 68,4 miliar menjadi US$ 360,2 miliar.
Ruble Rusia anjlok drastis seiring dengan jatuhnya harga komoditas andalan ekspor. Negara beruang merah ini menggantungkan pendapatan dari industri minyak dan gas. Sektor tersebut menyumbang hingga setengah pendapatan negara. Lembaga keuangan global Morgan Stanley mengestimasikan bahwa Rusia kehilangan US$ 32,4 miliar setiap penurunan harga minyak sebesar US$ 10.
Langkah Rusia juga diikuti negara-negara lain seperti Malaysia, Jepang, dan Brasil. Negara-negara ini juga mengguyur dolar ke pasar domestik. Akibatnya, cadangan devisa mereka menipis. Langkah sebaliknya justru diambil Indonesia, Cina, Australia, dan India. Meski mata uang empat negara ini juga mengalami pelemahan, tak ada intervensi valas yang jorjoran yang berdampak pada tergerusnya cadangan devisa.
Bank Indonesia tidak mengandalkan cadangan devisa untuk menyelamatkan rupiah. Posisi cadangan devisa Indonesia malah naik 3,2 persen setara US$ 3,6 miliar menjadi US$ 115,5 miliar. Meskipun upaya ini dikritik berbagai pihak. Anggota Dewan Komisioner LPS Fauzi Ichsan, misalnya, mengatakan ?bila BI membanjiri pasar valas dengan dolar AS, Rupiah akan langka sehingga nilainya akan menguat".
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, menyatakan pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan. Dolar AS cenderung menguat terhadap semua nilai mata uang sebagai pengaruh dari ekonomi AS yang membaik.