Potensi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di provinsi kaya perkebunan kelapa sawit mencapai puluhan miliar per tahun. Menurut kajian Yayasan Madani Berkelanjutan, rata-rata PBB per hektare (ha) di Riau mencapai Rp 33.024 dengan lahan sawit seluas 2,3 juta ha. Sehingga, potensi penerimaan PBB di wilayah tersebut sebesar Rp 74,52 miliar per tahunnya. Selain itu, di Kalimantan Barat penerimaan PBB di lahan sawit seluas 4,5 juta ha mencapai Rp 76,04 miliar per tahun. Adapun rata-rata PBB per ha sebesar Rp 17.036.
Meski memiliki potensi pajak yang besar, penerimaan daerah kaya sawit saat ini disinyalir belum optimal karena lemahnya kepatuhan wajib pajak (WP). Kajian Madani Berkelanjutan juga mengungkapkan adanya penurunan kepatuhan WP yang semula 70,6 persen di tahun 2011 menjadi 46,3 persen di tahun 2015.
Penurunan tersebut disebabkan belum optimalnya jumlah pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selain itu, data izin perkebunan (IUP dan HGU), laporan perkembangan usaha perkebunan dan peta perkembangan juga masih belum optimal. Rumitnya sistem administrasi PBB perkebunan maupun lemahnya sistem informasi juga menjadi penyebab turunnya kepatuhan WP.
Guna mengoptimalkan PBB perkebunan sawit, Madani Berkelanjutan merekomendasikan perlu adanya kerjasama pertukaran data perizinan antara DJP dan dinas terkait di level kabupaten/kota. DJP juga perlu mengirimkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada pemegang izin perkebunan yang belum terdaftar sebagai WP. Selain itu, optimalisasi penerimaan PBB perlu didorong agar masuk dalam agenda perencanaan dan target daerah untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).