Penghujung kuartal pertama tahun ini diwarnai dengan gejolak ekonomi besar di sektor perbankan Amerika Serikat. Tiga bank besar jatuh bangkrut hanya dalam kurun waktu satu pekan saja. Inilah kegagalan bank terparah sejak jatuhnya Lehman Brothers pada Krisis Finansial 2008 lalu.
Untuk mencegah efek negatif kian menyebar, Federal Deposit Insurance Corporation alias FDIC menjamin dana deposan di ketiga tersebut. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan bank-bank ini, termasuk jalan akuisisi.
Pertama adalah akuisisi Silicon Valley Bank oleh First Citizens Bank. Berdiri sejak 1983, SVB akhirnya bangkrut pada 10 Maret 2023. SVB sudah berdiri sejak 1983 dan dikenal sebagai penyuntik dana ke perusahaan perintis alias startup. Nilai akuisisi ini sebesar US$ 72 miliar atau setara Rp 1.088 triliun.
Berselang dua hari, Signature Bank pun dinyatakan kolaps. Sebagian besar asetnya kemudian diakuisisi oleh Flagstar Bank, anak usaha dari New York Community Bancorp. Dengan nilai akuisisi US$ 38 miliar atau setara Rp 570 triliun, 40 kantor cabang Signature Bank akan dibuka dengan nama New York Community Bancorp's Flagstar Bank pada 20 Maret.
Gelombang krisis ini menjalar ke Benua Biru. Credit Suisse, bank yang beroperasi lebih seabad lamanya, nyaris bangkrut. Akhirnya pemerintah setempat meminta salah satu rivalnya, yakni UBS, untuk melakukan akuisisi. UBS menyanggupi permintaan tersebut dan mengakuisisi Credit Suisse dengan nilai 3 miliar Swiss Franc atau setara Rp 49,6 triliun.
Kendati demikian, bank pertama yang jatuh di Amerika Serikat justru belum menerima bantuan dari FDIC. Silvergate Bank yang berdiri sejak 1988, dan jatuh pada 8 Maret 2023. Sama seperti Signature Bank, Silvergate Bank ini juga banyak melayani transaksi kripto. Meski sudah bangkrut, tapi nama bank ini masih tercatat di Bursa New York alias NYSE dengan kode SI.