Pemerintah telah menetapkan Rempang Eco City, Batam, sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional. Wilayah seluas 17 ribu hektar ini bakal dikelola oleh PT Makmur Elok Graha untuk bergerak di bidang industri, jasa, dan pariwisata. Harapannya, proyek itu bakal menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada 2080.
Proyek ini tidak berjalan mulus. Rencana relokasi warga pada 28 September 2023 tidak kunjung terlaksana. Bahkan sudah terjadi dua kali konflik di tengah masyarakat terkait proyek ini. Mulanya pada 7 September lalu, saat Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas alias BP Batam ingin melakukan pengukuran untuk pengembangan kawasan.
BP Batam rencananya merelokasi 7.500 jiwa penduduk untuk mendukung pengembangan Pulau Rempang. Di sana, terjadi kerusuhan antara warga dan gabungan Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP. Empat hari kemudian, unjuk rasa terjadi di kantor BP Batam. Dari dua insiden tersebut, 43 orang ditetapkan sebagai tersangka penolakan relokasi warga Pulau Rempang.
Berbagai tokoh nasional sudah mengeluarkan pernyataan terkait konflik ini. Mulai dari pihak Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang mendesak kepolisian membebaskan warga hingga meminta pemerintah mengevaluasi proyek Rempang Eco City.
Presiden Jokowi bahkan meminta perbaikan komunikasi dengan warga, terutama terkait lahan yang bakal dijadikan lokasi pembangunan dan ganti ruginya.
“Saya optimistis PSN yang ada bisa diselesaikan karena bapak ibu semuanya juga sudah terlatih menyelesaikan masalah yang ada. Ini tinggal meneruskan saja dari yang belum selesai,” kata Jokowi pada Rabu (13/9).