Sektor hulu migas masih menjadi salah satu pendongkrak ekonomi nasional. Kiprah Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selama 22 tahun menunjukkan, sektor ini telah menyumbangkan sebanyak Rp5.045 triliun pada penerimaan negara. 

Keberadaan sektor ini diperhitungkan berpengaruh positif pada pendapatan domestik bruto (PDB) dan memberi nilai tambah pada produksi nasional. Untuk tiap investasi senilai US$1 juta di sektor hulu migas dapat meningkatkan PDB nasional sebesar US$1,4 juta per tahun.

Lalu, industri migas juga diperkirakan memberi nilai tambah sebesar US$1,5 juta pada produksi barang dan jasa nasional.

Pergerakan sumbangsih migas pada penerimaan negara dan dana bagi hasil (DBH) juga terjaga. Dalam periode 2017-2023, persentase migas relatif stabil di antara 8 persen hingga 11 persen. Sementara kontribusi DBH persentasenya mencakupi 11 persen sampai 30 persen. 

Peran migas dalam perekonomian juga mulai disalurkan secara langsung ke daerah sumber produksi. Melalui Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi, daerah penghasil migas dapat diberikan 10 persen saham pengelola wilayah kerja (WK) melalui badan usaha milik daerah.

Sejauh ini, ada 9 WK yang telah menerapkan skema participating interest 10%, yakni WK Siak, Rokan, dan Kampar di Riau, WK Southeast Sumatra di utara Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, WK Offshore North West Java di pesisir utara Provinsi Jawa Barat, WK West Madura Offshore dan Ketapang di utara Pulau Madura, Jawa Timur, WK Sebuku di Selat Makassar, dan WK Mahakam di pesisir Kalimantan Timur.