Pemerintah Indonesia tengah mendorong pemanfaatan bioetanol sebagai campuran bensin untuk memperkuat ketahanan energi nasional.

Langkah ini dinilai strategis karena mampu menekan ketergantungan terhadap impor BBM fosil sekaligus memperluas penggunaan energi rendah karbon. Pasalnya, pencampuran bioetanol dengan bensin tidak hanya berkontribusi terhadap pengurangan emisi tetapi juga mendukung transisi energi.

Kebijakan ini pun diyakini dapat membuka peluang untuk memperkuat kemandirian energi dan memberikan dampak positif bagi pertanian lokal, khususnya komoditas tebu dan singkong yang menjadi bahan baku utama bioetanol.

Saat ini, Indonesia memiliki kapasitas produksi bioetanol fuel grade sekitar 40.000 kiloliter per tahun. Jumlah ini baru setara dengan 5,7 persen kebutuhan konsumen di Jawa Timur dan DKI Jakarta, yang mencapai 696.000 kiloliter per tahun.

Di sisi konsumsi, produk BBM campur etanol mulai diperkenalkan melalui Pertamax Green 95 yang diluncurkan pada 2023 dan saat ini sudah tersedia di 146 SPBU yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Timur, Bandung, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Pemerintah menargetkan Indonesia siap memasuki era E10 pada 2028, yaitu penggunaan campuran bahan bakar dengan kandungan etanol 10 persen. Namun, untuk menuju target tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi.

Produksi bioetanol nasional yang masih terbatas menjadi salah satu tantangannya. Kapasitas produksi yang ada belum mencukupi kebutuhan skala besar sehingga pengembangan industri bioetanol perlu dipacu, baik dari sisi bahan baku maupun fasilitas pemrosesan.

Di sisi lain, penggunaan bioetanol juga menuntut penyesuaian infrastruktur distribusi. Karakteristik etanol berbeda dari bensin sehingga membutuhkan fasilitas khusus seperti pipa dan tangki penyimpanan yang sesuai agar kualitas bahan bakar tetap terjaga.

Tantangan lain muncul dari preferensi konsumen. Meskipun Pertamax Green 95 sudah tersedia, minat konsumen masih terbatas karena harganya relatif lebih tinggi dibandingkan bensin biasa, sementara ketersediaannya di SPBU belum merata.

Produk pilot ini hanya dapat diproduksi sekitar 5 kiloliter per hari sehingga volume pasokan masih jauh di bawah kebutuhan pasar massal.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, pemanfaatan bioetanol tetap memiliki potensi besar untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Selain menekan impor BBM fosil, kebijakan ini juga menciptakan peluang ekonomi bagi sektor pertanian dan industri energi terbarukan.

Dengan pengembangan kebijakan yang konsisten, dukungan infrastruktur, serta peningkatan kapasitas produksi bahan baku, Indonesia dapat mempercepat langkah menuju sistem energi yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.