Bacaan Niat Puasa Ganti dan Hukum Pelaksanaannya

Unsplash
Ilustrasi, tasbih dan kurma.
Penulis: Ghina Aulia
Editor: Intan
26/4/2023, 18.26 WIB

Puasa di bulan Ramadan merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam yang memenuhi syarat serta menerapkan rukunnya. Apabila tidak dijalankan, maka akan mendapat dosa.

Selama sebulan penuh, umat Islam diperintahkan untuk menahan nafsu duniawi setiap harinya. Termasuk hasrat untuk makan, minum, dan hal lain yang dapat menggugah iman.

Puasa termasuk di dalam rukun Islam, tepatnya yang ke tiga. Diawali ketika adzan subuh berkumandang hingga waktu maghrib tiba, Anda dapat membatalkan puasa dengan menyantap hidangan atau menyeruput minuman.

Meskipun begitu, terdapat beberapa hal yang dapat menggagalkan puasa. Hal ini terkait dengan berbagai hal yang dapat membatalkan puasa.

Mengacu pada puasa yang sifatnya wajib, sudah sepatutnya umat Islam mengganti atau memenuhi perintah tersebut. Ketika seseorang tidak mampu menjalankan puasa atau berhalangan, maka perlu menggantinya dengan berpuasa di hari lain.

Terkait dengan itu, kali ini Katadata.co.id akan membahas tentang niat puasa ganti bagi Anda yang akan melaksanakannya. Dikutip dari berbagai sumber, berikut pembahasannya.

Niat Puasa Ganti

Wajib hukumnya untuk mengganti puasa dalam jumlah yang sama dengan yang telah batal. Maka dari itu, pastikan Anda menghitung berapa hari puasa yang gagal.

Rukun puasa ganti sama dengan puasa pada bulan Ramadan. Namun, niat puasa ganti sebaiknya dibedakan, mengingat waktu pelaksanaannya tidak dalam waktu yang sama.

Berikut niat puasa ganti:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah SWT."

Patut diketahui bahwa ganti puasa juga dikenal dengan sebutan qadha. Secara istilah, qadha berarti hukum, ketetapan dan kehendak Allah.

Dalam puasa, qadha tidak didorong untuk segera dilaksanakan. Penjelasan tersebut mengacu pada hadits berikut:

Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Aku punya utang puasa Ramadan dan tidak bisa mengqadha nya kecuali di bulan Sya’ban” [Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146]

Melalui kitab Al Fath, Al Hafidz menyampaikan bahwa hadits tersebut menjadi dasar tentang boleh tidaknya melaksanakan qadha puasa Ramadan. Baik adanya udzur atau tidak.

Meski begitu, sebaiknya mengganti puasa dilaksanakan dengan segera. Dengan maksud menghindari lupa dan menuntaskan ibadah dan merasa lebih tenang. Namun, Anda bisa menyesuaikan dengan kemampuan dan aktivitas sehari-hari.

Hal demikian termuat di dalam beberapa surat Al Quran yang menjelaskan bahwa segeralah untuk meminta ampun kepada Allah SWT. Sebagaimana ayat-ayat di bawah ini:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ

“Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian” [Ali Imran : 133]

أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya” [Al-Mu’minuun/23: 61]

Mengganti Puasa: Tidak dalam Waktu Berturut-turut

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, puasa ganti wajib dipenuhi sejumlah puasa yang tidak dilaksanakan. Pernyataan tersebut merujuk pada ayat berikut ini:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”
Dalam pelaksanaannya, tidak diwajibkan untuk dijalankan dalam hari yang berturut-turut. Artinya, Anda bisa mengganti puasa di hari berbeda namun dengan jumlah hari yang sama dengan jumlah batal puasa.

Hukum tidak wajib melaksanakan dalam waktu berturut-turut tersebut dijelaskan melalui hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, “Tidak mengapa dipisah-pisah (tidak berturut-turut).”

Lebih lanjut, Abu Hurairah juga menyebutkan kalimat berikut, “Diselang-selingi kalau mau.”

Siapa yang Wajib Mengganti Puasa?

1. Wanita yang mengalami haid dan nifas

Mutlak hukumnya bagi wanita yang haid dan nifas untuk tidak berpuasa. Pasalnya, darah yang keluar dari kemaluan membuatnya tidak bebas dari najis dan hadas.

Maka dari itu, diwajibkan bagi mereka untuk mengganti puasa di hari lain. Bagi wanita nifas, sejumlah ulama berpendapat bahwa puasa dapat digantikan dengan membayar fidyah, yaitu denda yang diberikan kepada orang yang membutuhkan atau dalam kondisi tertentu.

2. Orang yang sakit

Orang yang harus mengganti puasa berikutnya yaitu mereka yang sakit saat bulan Ramadan. Patut diketahui bahwa puasa yang batal akibat sakit disesuaikan dengan kondisinya masing-masing.

Demikian juga dengan hukum menggantinya. Misalnya mereka yang sudah lanjut usia dengan penyakit yang tingkat kesembuhannya kecil. Maka, bisa diganti dengan membayar fidyah, alih-alih berpuasa.

3. Musafir

Musafir adalah sebutan untuk orang yang tengah berada dalam perjalanan jauh. Maka dari itu, diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa.

Namun, tetap wajib baginya untuk memenuhi kewajiban tersebut dengan berpuasa di lain hari. Mengesampingkan dan meringkas ibadah bagi musafir juga meliputi shalat wajib.

Demikian penjelasan mengenai niat puasa ganti yang dapat dilafalkan bagi Anda yang ingin melaksanakannya. Dengan waktu yang tidak terbatas, sebaik Anda menyelesaikan kewajiban puasa sebelum bulan Ramadan berikutnya agar ‘hutang’ ibadah tidak menumpuk dan terlupakan.