Menilik Sejarah Tarawih Lengkap dengan Istilahnya Pertama Kali
Pada bulan Ramadhan, ada satu ibadah sunnah yang bisa dikerjakan umat Muslim, yaitu salat tarawih. Ini merupakan ibadah dengan banyak pahala bagi siapapun umat Muslim yang melaksanakannya.
Maka dari itu, tidak heran jika di setiap bulan Ramadhan, masjid-masjid dipenuhi oleh jamaah yang ingin meraih pahala dari ibadah sunnah ini.
Namundi balik pelaksanaan salat tarawih, terdapat sejarah panjang yang mesti diketahui umat Muslim. Lantas, seperti apa sejarah tarawih? Berikut di bawah ini ulasannya.
Sejarah Tarawih
Dilansir dari laman Antara, berikut ini penjelasan mengenai sejarah salat tarawih dalam perkembangan Islam:
1. Shalat Tarawih di zaman Nabi Muhammad SAW
Salat Tarawih pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW pada 23 Ramadhan 2 H. Beliau melaksanakannya di masjid, tetapi terkadang juga di rumah.
Hal ini dilakukan beliau sebagai bentuk keteladanan bahwa salat tarawih merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA dan dicatat oleh Imam Bukhari dalam Kitab Tarawih, semasa hidup, Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat tarawih sebanyak sebelas rakaat, terdiri, delapan rakaat Tarawih dan tiga rakaat Witir
2. Masa Khulafa Rasyidin: Umar bin Khattab memulai shalat tarawih berjamaah
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab (14 H/635 M), salat tarawih mulai dilaksanakan secara di Masjid Nabawi. Pada mulanya, beliau menetapkan sebelas rakaat, sama seperti yang dilakukan Rasulullah SAW.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul riwayat yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih bertambah menjadi dua puluh rakaat. Beberapa ulama berpendapat bahwa perubahan ini berasal dari interpretasi terhadap asar para tabi’in.
3. Perubahan pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah
Perubahan jumlah rakaat salat Tarawih terjadi lagi pada masa Khalifah Mu‘awiyah bin Abi Sufyan (60 H/680 M). Pada masa itu, jumlah rakaat yang dilakukan di Masjid Nabawi meningkat menjadi tiga puluh sembilan rakaat, termasuk Witir. Praktik ini bertahan hingga abad ke-4 H.
Pada abad ke-4 H, ketika Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah menguasai Mekkah dan Madinah, jumlah rakaat tersebut berubah kembali menjadi dua puluh rakaat, mengikuti kebijakan mereka.
4. Kembalinya tradisi lama pada abad ke-8 H
Pada saat dimana kota Madinah kembali ke dalam kekuasaan Sunni, terutama di bawah pengaruh Mazhab Maliki, tradisi tiga puluh sembilan rakaat dihidupkan kembali oleh Imam al-‘Iraqi (w. 806 H/1403 M). Shalat Tarawih dilakukan dalam dua tahap:
- Dua puluh rakaat setelah Shalat Isya
- Enam belas rakaat menjelang Subuh, ditambah tiga rakaat Witir
Tradisi ini bertahan selama berabad-abad di Masjid Nabawi.
5. Era modern dan standarisasi shalat tarawih
Perubahan besar terjadi setelah Perang Dunia I (1914-1918) dan runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Pada tahun 1344 H/1926 M, Arab Saudi di bawah Raja Abdulaziz mengambil alih Mekkah dan Madinah.
Sejak saat itu, pelaksanaan Shalat Tarawih di Masjid Nabawi kembali distandarisasi menjadi dua puluh rakaat. Hingga kini, jumlah rakaat ini tetap digunakan di bawah pemerintahan Arab Saudi.
Meskipun demikian, banyak negara di berbagai belahan dunia ada yang tetap menjalankan delapan rakaat shalat tarawih dan tiga rakaat Witir sesuai dengan praktik Nabi Muhammad SAW.
Istilah Tarawih Muncul Era Khalifah Umar
Berdasarkan kitab Qiyam Ramadhan karya Imam al-Marwaz, istilah Tarawih kemungkinan muncul pada masa Khalifah Umar bin Khaththab RA. Salat Tarawih berjamaah juga kembali dihidupkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab RA.
Berdasarkan penjelasan dari buku Pesona Ibadah Nabi karya Ahmad Rofi Usmani, pada suatu malam di bulan Ramadan, Umar bin Khattab RA dan beberapa sahabat pergi ke Masjid Nabawi.
Setiba di masjid tersebut, mereka mendapati orang-orang melaksanakan salat dalam berbagai kelompok. Ada yang sedang melaksanakan salat sunah secara munfarid, ada pula kelompok kecil yang melaksanakan salat sunah berjamaah.
Melihat hal tersebut, Umar bin Khattab RA berseru kepada Abdurrahman Al-Qari, "Wahai Abdurrahman! Menurutku, lebih baik mereka disuruh berkumpul dan salat bersama seorang imam."
Malam itu juga, Umar bin Khattab RA pun menunjuk Ubay bin Ka'b sebagai imam salat Tarawih secara berjamaah. Pada beberapa malam kemudian Umar bin Khattab kembali pergi ke Masjid Nabawi dan melihat orang-orang melaksanakan salat Tarawih.
Adapun jumlah rakaat salat Tarawih pada masa Umar bin Khattab RA, menurut Al-Iraqi, adalah 20 rakaat selain witir yang berjumlah 3 rakaat.
Demikian ulasan mengenai sejarah tarawih lengkap dengan istilahnya pertama kali yang penting diketahui umat Muslim.